Loading...
DUNIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 14:36 WIB | Jumat, 16 Desember 2016

Warga Aleppo Cemas Akan Masa Depan Mereka

Kondisi kota Aleppo, hari Rabu (14/12). (Foto: Getty Images)

ALEPPO, SATUHARAPAN.COM – Ribuan warga sipil masih terperangkap di Aleppo timur pada hari Selasa (13/12). Mereka masih berjuang untuk hidup ketika pasukan pro-pemerintah mengambil alih kontrol kota itu dari kelompok pemberontak.

Juru bicara kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Rupert Colville memperingatkan bahwa postingan di media sosial yang menunjukkan teror di Aleppo harus diteliti dengan hati-hati dan harus dikonfirmasi kembali kebenarannya. Namun, tidak ada pertanyaan apakah kota tersebut direbut dengan cara kekerasan dengan tidak mengesampingkan fakta bahwa puluhan ribu orang meninggal dan tidak bisa mendapatkan bantuan medis.

Sebuah gencatan senjata pada hari Selasa (13/12) akan memungkinkan warga pindah atau mengungsi dengan aman. Mereka terus berjuang untuk bertahan hidup.

“Kami tidak masalah jika harus tinggal di bawah tanah karena mereka terus menembak tanpa henti,” kata Rami Zien (25), seorang insinyur dan aktivis di kota itu kepada Huffington Post. Rezim Suriah saat ini memungkinkan perempuan dan anak-anak untuk mengungsi, kata dia, tetapi banyak yang masih menunggu. Mereka masih tertahan karena keadaan.

“Aku terbangun, puing-puing itu menimpa wajahku, semua pintu rusak,” kata Zien. “Kau pasti akan segera dibunuh jika masih berhubungan dengan para pemberontak. Tidak ada evakuasi bagi pemberontak maupun keluarganya. Mereka tidak akan berhenti sampai kami mati.”

Dia yakin dirinya tidak akan terluput, meskipun dia bukanlah bagian dari pemberontak.

“Saya bukanlah pejuang tapi saya manusia, saya bisa berbahasa Inggris dan saya mengatakan sebenarnya. Oleh karena itu, saya pasti akan segera dibunuh,” kata dia. “Rezim Asaad akan memaksa saya mengatakan saya masih ada hubungannya dengan pemberontak atau saya adalah pemberontak.”

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon mengatakan pada hari Selasa (13/12), berbagai serangan telah membunuh banyak warga di Suriah dalam beberapa hari terakhir ini.

Setidaknya ada dua keluarga yang terlihat telah menjadi target pembunuhan oleh tentara, lanjut Comville.

“Salah satu dari mereka terpisah di dua area yang berbeda, yang akan membuat Anda berpikir tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai hal ini,” kata dia. “Ini mungkin telah direncanakan dengan baik, pembunuhan ditujukan untuk orang-orang tertentu.”

PBB mengatakan mereka memiliki laporan bahwa puluhan orang ditembak di pinggir jalan ketika mereka sedang berusaha menyelamatkan diri.

“Banyak jenazah tergeletak di mana-mana,” kata Rami Adham, pekerja kemanusiaan asal Suriah yang tinggal di Finlandia. Dia mengetahuinya ketika ia menghubungi beberapa temannya yang masih terjebak di Aleppo pada hari Selasa (13/12). “Tidak ada yang sempat untuk menyelamatkan diri bahkan untuk menguburkan jenazah yang terbaring di tanah saja tidak ada. Ini adalah pembunuhan massal (genosida).”

Dan setiap rumah sakit atau unit kesehatan yang tersisa di timur Aleppo dilaporkan telah runtuh.

“Kami telah mengamankan rumah sakit tadi malam,” kata Ahmed Abo Khaled, Direktur Hayat Medical Center di Aleppo. “Rumah sakit itu sekarang telah diambil alih oleh tentara Pemerintah. Para pasien telah diungsikan ke tempat yang lebih aman. Dari hari ke hari, situasinya semakin bertambah buruk.”

Puluhan pasien terus berdatangan di  pusat kesehatan Syrian American Medical Society. Padahal pasokan obat dan peralatan berkurang dan tidak dikelola secara efisien, kata salah satu perawat di situ yang bernama Abu Luai’i.

“Mobil dan peralatan kami terkubur di antara puing-puing,” kata dia. “Tingkat cedera sangat serius, dari patah tulang, luka neurologis dan cedera perut. Ambulans terus membawa orang yang terluka lebih banyak. Kamar sudah penuh. Ada beberapa dokter di rumah sakit tapi pasien yang terluka hanya duduk di ruang operasi menunggu pertolongan. Kami sangat membutuhkan darah, tapi semua orang terluka sehingga tak bisa mendonasikan darahnya.”

Ribuan orang berusaha untuk lari ke bagian barat kota tersebut, menurut Raph El Hage, juru bicara untuk Palang Merah Internasional.

“Beberapa orang ingin sekali keluar dari situ, tapi ada juga yang tak bisa meninggalkan kota itu,” kata dia. “Beberapa orang yang beruntung keluar dari kota itu juga memiliki banyak kebutuhan.”

Namun, puluhan ribu orang lainnya juga masih terjebak di kota itu, kata dia.

Masalah yang paling mendesak lainnya adalah bagaimana caranya mencari tempat perlindungan bagi mereka, kata Mahmoud El-Khateeb, seorang aktivis berusia 31 tahun, mengatakan kepada The Huffington Post.

“Banyak keluarga yang terpisah dengan anggota keluarga mereka ketika berlari menyelamatkan diri dari serangan bom,” kata dia.

Jadi, meninggalkan Aleppo adalah hal yang sangat tidak mungkin, meskipun bagi sebagian orang di lingkungan yang belum dikepung. Jalan menuju luar kota ditutup, kata Abo Mohamed, seorang pengungsi Suriah yang saat ini bermukim di New Jersey dan masih memiliki keluarga di Aleppo.

Masyarakat internasional menunjukkan kemarahan mereka atas serangan itu pada hari Selasa (13/12).

“Ini sepertinya akan menjadi kejahatan perang dan harus dibawa ke pengadilan internasional untuk penyelidikan sebagai kejahatan perang,” kata Geoffrey Mock, juru bicara Amnesty Internasional.

Prancis dan Inggris meminta pertemuan darurat kepada Dewan Kamanan PBB pada hari Selasa (13/12).

“Kami tidak memiliki data yang akurat dari jumlah orang yang masih hidup karena semua entitas kesehatan belum menghitung berapa orang yang tewas dan hidup secara efektif karena kekacauan ini,” kata Ban.

“Ini adalah waktu yang tepat untuk bertindak,” kata dia kepada Dewan Keamanan PBB. “Pertarungan yang baru saja terjadi harus diakhiri oleh semua pihak.”

Masih belum jelas apakah rezim Suriah menghormati ketentuan gencatan senjata. Laporan yang sudah masuk, ada 6000 orang remaja dan dewasa yang berusaha melarikan diri. (thehuffingtonpost)

 

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home