Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben Ezer Siadari 08:49 WIB | Jumat, 13 Maret 2015

11 Smelter Senilai Rp12,8 Triliun Dibangun di Sulawesi

Pabrik pengolahan nikel mentah (ore) mulai beroperasi di Puriala, Kabupaten Ko Nawe. Ini smelter pertama di Sultra dari kalangan swasta. (Foto Yamin Indas)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sebelas smelter nikel baru akan dibangun di Indonesia selama dua tahun ke depan dengan total investasi $ 1,4 miliar atau Rp 12,8 triliun dengan asumsi kurs Rp 13.000 per dolar AS. Ini menurut seorang pejabat kementerian pertambangan sambil mengisyaratkan bahwa Undang-undang yang mengharuskan pemrosesan bahan tambang di dalam negeri sudah mulai berdampak setelah didahului dengan perlawanan oleh industri.

Awal tahun lalu, Pemerintah mengambil kebijakan pembatasan ekspor bagi bijih mineral, yang dimaksudkan memaksa perusahaan-perusahaan tambang untuk mengembangkan fasilitas peleburan dan pengolahan di dalam negeri sehingga Indonesia bisa mengolah semua bijih mineral dan konsentrat di dalam negeri sebelum diekspor.

Sebagian besar dari enam smelter nikel baru dijadwalkan akan selesai pada tahun tahun 2015 yang terletak di Sulawesi, kata Direktur Jenderal Batubara dan Mineral, Sukhyar kepada wartawan pada hari Selasa (10/3).

Total investasi keseluruhan mencapai US$ 920 juta, dan akan memiliki kapasitas untuk memproduksi 6.000 ton nikel olahan per tahun ditambah 66.000 ton nikel ferro dan 50.000 ton nikel pig iron.

Lima smelter nikel lain, ditargetkan selesai pada tahun 2016 yang kesemuanya juga berada di Sulawesi, menelan investasi sekitar US$ 468 juta.

"Kami memperkirakan bahwa jika semua smelter nikel ini selesai, pada tahun 2018 kita akan dapat memproses 30 juta ton bijih nikel -- 50 persen dari ekspor bijih nikel pada 2013," kata dia.

"Undang-undang pertambangan tidak hanya ditujukan untuk pengolahan bijih mineral, tetapi visi yang besar adalah untuk mengembangkan industri hilir."

Para eksekutif industri pertambangan sebelumnya menolak keras ide pengembangan industri hilir dengan membangun smelter, merujuk pada kurangnya listrik dan infrastruktur di daerah-daerah terpencil di mana tambang sering berada.

Tapi meskipun penurunan harga komoditas global dan permintaan melambat untuk logam dari pembeli utama, Tiongkok, pemerintah sekarang tampaknya memiliki beberapa keberhasilan.

Setelah delapan bulan sengketa pajak ekspor tahun lalu, perusahaan asal AS, Freeport-McMoRan Inc kini maju dengan rencana ekspansi pada satu-satunya smelter tembaga Indonesia di Gresik dan telah setuju untuk mendukung proyek industri baru di Papua, tempat perusahaan ini memiliki satu tambang tembaga terbesar di dunia.

Bulan lalu, seorang pejabat kementerian pertambangan senior  mengisyaratkan bahwa larangan total ekspor konsentrat tembaga yang akan diberlakukan pada bulan Januari 2017, bisa diundur jika perusahaan pertambangan dimaksud belum rampung membangun smelter tetapi menunjukkan kemajuan dalam proses pembangunannya. (Reuters.com)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home