Loading...
EKONOMI
Penulis: Sabar Subekti 09:14 WIB | Senin, 29 Juli 2013

2030 Diperkirakan AS Mandiri dalam Penyediaan Energi

Pengeboran minyak lepas pantai. (Foto: istimewa)

PARIS, SATUHARAPAN.COM – Apakah Amerika Serikat akan menjadi negara yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan energi yang sangat besar itu? Sebuah studi di Prancis menunjukkan AS bisa bebas dari impor energI pada 2030. Namun perkiraan itu memicu perdebatan.

Di tengah krisis minyak tahun 1973, Presiden AS, Richard Nixon, berkomitmen  agar rakyat AS mengambil  inisiatif  dalam "Project Independence." Sejak pidato Nixon pada November itu,  swasembada energi menjadi tujuan politik semua presiden AS. Visi Nixon mengubah AS menjadi mandiri dalam penyediaan energi  pada tahun 1980 gagal. Namun, 40 tahun kemudian mimpi itu mungkin akan terwujud.

Badan Energi Internasional (IEA) di Paris memperkirakan akhir tahun lalu AS berada di garis depan pergeseran aliran energi global. Menurut perkiraan IEA, Amerika Serikat bisa menggantikan Rusia sebagai produsen terbesar gas pada awal 2015, dan Arab Saudi sebagai produsen minyak terbesar pada tahun 2017.

IEA mengatakan AS bisa menjadi net eksportir gas pada tahun 2020, dan praktis berkembang menjadi penyedia energi mandiri lengkap pada 2035, dan menjadi benar-benar independen dari semua impor energi.

Hari Kemerdekaan Energi

Kelompok usaha AS, Citigroup, dan National Intelligence Council (NIC) Pemerintah AS,  merilis perkiraan serupa. Analis Citibank memperkirakan dalam laporan mereka berjudul  "Energy 2020:  Independent Day."  Disebutkan AS  akan bebas dari impor energi, bahkan bisa dimulai pada akhir dekade ini dalam kondisi tertentu. Menurut NIC, AS bisa menjadi eksportir energi yang signifikan mulai 2020.

Sebuah survei baru-baru ini diterbitkan oleh perusahaan konsultan KPMG menemukan bahwa hampir dua pertiga dari semua manajer puncak di perusahaan-perusahaan energi AS percaya bahwa AS bisa mandiri dari impor energi tahun 2030.

Kecenderungan penurunan impor energi ke AS bukanlah hal baru. Karena penggunaan besar-besaran teknologi produksi ditingkatkan. Bertahun-tahun AS menghasilkan pertumbuhan jumlah minyak dan gas sendiri. Pada saat yang sama, konsumsi minyak telah menurun selama krisis ekonomi.

Hasilnya, sejak tahun 2005, AS berhasil mengurangi  impor  minyak. Tahun lalu, AS mengimpor hanya 40 persen dari konsumsi minyak. Pada tahun 2005, angka ini masih 60 persen dari konsumsi. Pada 2019, EIA memperkirakan impor turun menjadi 34 persen. Dan sebagai perbandingan, Jerman sebagai kekuatan ekonomi terbesar Uni Eropa, praktis sepenuhnya tergantung pada impor energi. Menurut IEA, Jerman mengimpor sekitar 95 persen minyak dan 85 persen kebutuhan gas.

Implikasi Geopolitik

Pengurangan ketergantungan pada minyak impor akan memiliki implikasi geopolitik. Para ahli Citibank telah meramalkan akan berakhirnya OPEC  (organisasi negara-negara pengekspor minyak). Analis mengatakan dalam Wall Street Journal akan muncul Amerika Utara sebagai Timur Tengah baru.

Selain muncul ekspektasi ekonomi dalam penurunan biaya energi, ada juga harapan di bidang politik, yaitu tidak lagi tergantung pada rezim minyak yang tidak menyenangkan. "Kami tidak harus membeli minyak dari Timur Tengah, Venezuela, atau tempat lain yang kita tidak mau," kata calon presiden dari Partai Republik, Mitt Romney, selama kampanye.

Akhirnya, Washington tidak lagi harus mempertimbangkan daerah atau sumber daya energi negeri itu ketika mengembangkan komitmen geopolitik. Namun demikian, ada juga suara-suara kritis tentang boom energi AS. Mereka tidak meragukan  bahwa ketergantungan pada impor energi menurun, tetapi mereka mengkritik validitas perkiraan itu, serta implikasinya.

Asusmi Dasar

"Kami hanya tidak memiliki dasar empiris bagaimana jika hal itu benar-benar  terjadi,” kata Anthony Cordesman, ahli kebijakan luar negeri di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) di Washington.

"Membuat asumsi kasus terbaik terlepas dari biaya dan lingkungan berarti didasarkan pada data yang sangat awal, hal itu kurang masuk akal,” kata dia.

Di sisi lain, ada perkiraan bahwa impor minyak AS akan meningkat sedikit menjadi 37 persen pada 2040. Hal ini diungkapkan dalam laporan tahunan EIA terbaru.

"AS akan terus terlibat di Timur Tengah dan mempertahankan pasar minyak dunia yang berfungsi dengan baik, sebagian karena sekutu Eropa dan Asia akan terus bergantung pada minyak," kata Jeff Colgan, seorang ahli geopolitik minyak di Washington American University.

Jika kemandirian energi hanya diukur dengan impor langsung, hal itu benar-benar mengabaikan fakta bahwa AS adalah importir besar produk jadi dari Asia dan Eropa, kata Cordesman. Jadi, hal tersebut memiliki kepentingan yang signifikan dalam penyediaan energi di kawasan ini.

Fungsi Perekonomian

Impor minyak  AS dari Kanada dan Irak terus meningkat, namun menurun dari  Venezuela dan Meksiko.  Impor dari negara-negara Afrika (Nigeria dan Angola) turun lebih dramatis. Menurut EIA, tahun 2011 sampai 2012, impor minyak AS dari Nigeria, produsen terbesar di Afrika, mengalami penurunan hingga setengahnya. Impor dari Angola juga turun lebih dari 30 persen pada tahun lalu.

Meskipun lepas dari ketergantungan langsung pada pasokan minyak asing, para ahli berpendapat, Washington tidak akan berpaling dari Timur Tengah atau wilayah kaya energi lain di masa depan. Bahkan jika AS berhasil menjadi kurang bergantung pada impor energi atau bahkan mungkin benar-benar independen, aliran energi yang aman tetap penting bagi perekonomian dunia, dan berfungsi terhadap ekstensi ekonomi AS. (dw.de)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home