Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 14:29 WIB | Kamis, 13 Agustus 2015

70 Tahun Kemerdekaan RI Bagi Pelaku Usaha Kecil Mebel

70 Tahun Kemerdekaan RI Bagi Pelaku Usaha Kecil Mebel
Sejumlah lemari kayu, dipan tempat tidur, bufet, meja dan bangku sekolah dijual di bawah jembatan layang kawasan Kranji, Bekasi Barat, Jawa Barat, pada hari Rabu (12/8). (Foto-foto: Melki Pangaribuan)
70 Tahun Kemerdekaan RI Bagi Pelaku Usaha Kecil Mebel
Pelaku usaha industri kecil furnitur, Zainul Arifin berada di area tempat usahanya.
70 Tahun Kemerdekaan RI Bagi Pelaku Usaha Kecil Mebel
Pekerja borongan mebel, Rahmat sedang mendempul bangku sekolah, yang dibayar Rp 5 ribu per unit.
70 Tahun Kemerdekaan RI Bagi Pelaku Usaha Kecil Mebel
Nana sedang memberikan pernis pada lemari kayu.
70 Tahun Kemerdekaan RI Bagi Pelaku Usaha Kecil Mebel
Para pekerja mebel borongan bekerja di bawah jembatan layang yang kurang kondusif sirkulasi udaranya. satuharapan.com merasakan aroma zat kimia cat dan pernis yang sangat menyengat di hidung.
70 Tahun Kemerdekaan RI Bagi Pelaku Usaha Kecil Mebel
Tumpukan bangku dan meja sekolah di bawah jembatan layang.
70 Tahun Kemerdekaan RI Bagi Pelaku Usaha Kecil Mebel
Tempat strategis di pinggir jalan di bawah jembatan layang menjadi peluang usaha untuk menjual lemari kayu, dipan tempat tidur, bufet, meja dan bangku sekolah.

BEKASI, SATUHARAPAN.COM - Dalam rangka Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70, satuharapan.com mewawancarai pelaku usaha dan pekerja mebel yang menjual sejumlah lemari kayu, dipan tempat tidur, bufet, meja dan bangku sekolah di bawah jembatan layang kawasan Kranji, Bekasi Barat, Jawa Barat, pada hari Rabu (12/8).

Dari hasil penelusuran satuharapan.com ditemukan pelaku usaha mebel menjajakan dagangannya sejak lama, mulai dari dua tahun hingga lebih dari 10 tahun lalu.

Salah satu pelaku usaha industri kecil furnitur, Zainul Arifin (52 tahun) memaknai kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja.

“Ya dengan adanya kemerdekaan, biasa-biasa saja bagi kami selaku usaha industri kecil. Kayaknya (sepertinya) tidak ngaruh (mempengaruhi) selama pemerintah nggak ngganggu (tidak mengganggu). Nggak ngaruh (tidak ada pengaruh) dengan adanya kemerdekaan,” kata Zainul Arifin yang berlogat Betawi.

Meskipun menganggap hari kemerdekaan biasa-biasa saja,  Zainul Arifin menyatakan harapannya kepada pemerintah supaya usaha mereka yang berada di bawah flyover Kranji tidak digusur oleh pemerintah setempat. Sebab menurut dia, hingga saat ini dirinya bingung mencari lokasi untuk menjual barang-barang usahanya.

“Kita kan usaha di bawah flyover, selama ini nggak dipake (tidak digunakan) sama pemerintah artinya kan kami tidak diganggu. Kalau diganggu ya cari tempatnya bingung, karena di sini kan untuk kami saja, contohnya kalau untuk menampung perlengkapan tiga kelas sekolah atau menampung barang-barang saja nggak masuk (tidak cukup),” kata Zainul Arifin yang pernah menjalankan bisnis kusen selama 30 tahun.

“Kalau memangnya dipake (dipakai), kita merasa diganggu. Ya jawabnya, sedih saja,” kata Zainul Arifin menambahkan.

Selama ini, kata Zainul Arifin, dirinya sudah meminta kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk disediakan tempat bagi para wirausaha yang telah lama berlokasi di bawah jembatan flyover Kranji. Namun dia menyayangkan sikap pemerintah yang tidak responsif terhadap permintaan mereka.

”Saya juga sudah berapa kali minta tempat ke Pemda, ya tanggapannya untuk wirausaha memang digalakkan tapi penyediaan tempat tidak disediakan,” kata pemilik CV Prestasi Bhagasasi, Kontraktor Perdagangan Umum dan Jasa Furnitur itu.

Modal Sendiri

Di tengah percakapan kami, suara bising kereta api melewati jalur rel stasiun Kranji. Suara bising itu menjadi hal biasa bagi Zainul Arifin dan pekerja mebel kayu lainnya yang terbiasa di bawah kolong jembatan Kranji.

Selanjutnya, menurut keterangan Zainul Arifin, harga tempat tidur kayu dijual Rp 2 Juta per unit, sedangkan lemari kayu yang dijual berkisaran Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per unitnya. Untuk harga bufet dijual berkisaran Rp 750 ribu hingga Rp 1,2 juta. Sementara itu, harga dua kursi dan satu meja sekolah dijual Rp 350 ribu per setnya.

Mengenai modal usaha, Zainul Arifin mengatakan modal usahanya berasal dari dana pribadi dan tidak ada pinjaman uang baik dari koperasi maupun dari pihak Bank. Menurut dia, lebih baik tidak meminjam uang dari Bank karena syarat peminjaman uangnya tanggung dari yang diharapkan.

“Modal sendiri. Dari Bank tidak ada. Karena kalau dari Bank kan sistemnya, macam kaya (contohnya seperti) BRI pinjamannya kecil dulu baru gede. Artinya Rp 15 juta paling tidak pinjaman pertama. Pinjaman segitu tanggung. Ujung-ujungnya mending nggak minjem (lebih baik tidak pinjam) sekalian,” katanya.

“Kalau untuk BRI ini kan kadang-kadang kita pinjamannya bertahap. Artinya minjem tidak boleh terlalu besar dulu. Bertahap dia (Bank). Tapi alhamdulillah kita tanpa ada dari Bank juga masih bisa menanggulangi untuk modal. Modal pribadi,” katanya.

Ekonomi Merata

Di akhir percakapan kami, Zainul Arifin menyatakan harapannya sebagai wirausaha kecil menengah. Dia berharap pertumbuhan perekonomian Indonesia bagus ke depannya dan terjadi pemerataan ekonomi.

“Harapan saya sebagai wirausahaan, ya mudah-mudahan ekonomi kita bagus. Kemudian para pembeli banyak. Karena ekonominya bagus, jadi pemerataan ekonomi bisa merata,” katanya.

“Modal alhamdulillah nggak perlu kayaknya (tidak perlu sepertinya). Hanya kalau ada tempat yang kita butuhkan tempat usaha yang layak,” harapannya.

Indonesia Maju

Dalam semangat Indonesia yang merayakan kemerdekaan ke-70 para pekerja mebel menyatakan suka dan dukanya bekerja sebagai pekerja borongan. Mereka juga mengutarakan harapan besar kepada pemerintah Indonesia untuk menyejahterakan rakyatnya.

Pekerja borongan mebel, Rahmat mengatakan ada suka dan duka selama ia bekerja sebagai finishing mebel kayu. “Ada pedihnya ada senangnya. Dukanya kalau kita ngga kerja. Ya suka dukanya biasa saja,” katanya seraya mendempul kursi sekolah.

Rahmat mengharapkan dengan kemerdekaan RI ke-70 ke depan Indonesia semakin maju. Dia berharap kerjaannya selalu lancar dan dapat terus bekerja.

“Ya kemerdekaan semoga Indonesia maju saja. Kerjaan mudah-mudahan lancar, jangan sampai putus di tengah jalan. Semoga lancar dan ada terus kerjaannya. Ini sudah jalan dua tahun, siapa tahu ada umur panjang,” katanya.

“Mau kerja di mana lagi? Kalau saya bisanya mah cuma bisa bikin bangku saja, yang lain mah tidak bisa. Saya hanya finishing saja,” katanya.

Sementara itu, pekerja mebel lainnya, Junaidi yang telah bekerja selama 10 tahun mengharapkan pemerintah Indonesia lebih maju lagi dan memperhatikan rakyat kecil, orang-orang kecil.

“Ya syukur Indonesia lebih maju lagi. Perhatiinlah rakyat kecilnya, orang-orang kecilnya. Harapannya biar Indonesia lebih maju lagi dengan pemerintahan yang sekarang,” kata Junaidi yang dibayar borongan per bangku sekolah Rp 5 ribu.

Pekerja mebel lainnya, Nana asal Ciamis, Jawa Barat menyatakan suka dukanya bekerja sebagai pekerja borongan. Dia mengharapkan bangsa Indonseia semakin maju dan rakyat Indonesia semakin sejahtera.

“Suka dukanya ya begitu. Namanya suka kalau kerja dapat duit. Dukanya kalau nggak kerja nggak dapat duit gitu,” katanya seraya menguas pernis lemari kayu.

“Semakin maju, rakyat semakin sejahtera gitu. Rakyat-rakyat kecil dah semakin sejahtera, kalau rakyat-rakyat gede (besar) kan sudah sejahtera. Yang penting mah kita sejahtera. Misalnya barang-barang pada murah, dapat dijangkaulah,” kata Nana yang mendapatkan upah kerja sebesar Rp 120 ribu hingga Rp 200 ribu per unit lemari selama tiga hari dikerjakan.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home