Loading...
RELIGI
Penulis: Bayu Probo 20:16 WIB | Senin, 28 Oktober 2013

85 Tahun Sumpah Pemuda: Rahasia Integritas Johannes Leimena

Vivekananda Leimena di rumahnya. (Foto: Bayu Probo)

SATUHARAPAN.COM – “Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu? Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” Kutipan dua ayat ini adalah bagian dari Mazmur 90 yang selalu dibacakan Johannes Leimena di hadapan anak-anaknya tiap Kebaktian Akhir tahun. Ini diungkapkan Vivekananda Leimena, anak keenam tokoh Sumpah Pemuda kepada satuharapan.com (28/10).

Bisa jadi itu kunci integritas dan kejujuran laki-laki yang pada umur sembilan nekat ke Jakarta dari Ambon dengan bersembunyi di mesin kapal. Menariknya, “Ia tidak pernah mengkhotbahi anak-anaknya. Ia mengajar dengan memberi teladan dalam kehidupannya,” Nanda mengenang.

Laki-laki yang banyak meniti karier di bidang keuangan ini mengungkapkan bahwa saat Johannes Leimena memutuskan datang ke Jakarta, itu didorong semacam visi untuk masa depan. Dan, masa depan yang dimaksud bukan sekadar untuk diri sendiri, melainkan untuk bangsanya yang saat itu berada di bawah koloni Belanda.

Dan, saat Johannes kecil di Jakarta diasuh oleh pamannya, ia menjalani semua didikan sang paman ini untuk mendewasakan karakternya. Sang paman memang dikenal sebagai pribadi yang disiplin.

Seiring perjalanan waktu, Johannes tumbuh dalam pemahamannya terhadap Pergerakan Nasional. Terutama semenjak kuliah kedokteran di STOVIA, tempat tumbuhnya organisasi pergerakan nasional pertama, Budi Utomo,  Johannes makin banyak berinteraksi dengan tokoh-tokoh pergerakan yang memperluas wawasan kebangsaannya.

Panitia Kongres Pemuda

Sebagai pemimpin Jong Ambon, perkumpulan diskusi dan sport siswa dan mahasiswa asal Ambon di Jakarta, Johannes bersama para pemimpin organisasi kepemudaan lainnya memutuskan untuk menyatukan gerakan mereka. Bersama Sugondo Djojopuspito, Muhammad Yamin, Amir Sjarifudin dan tokoh-tokoh pemuda lainnya memutuskan untuk menyatukan perjuangan mereka.

Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada "tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa Indonesia". Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap "perkumpulan kebangsaan Indonesia" dan agar "disiarkan dalam segala surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan". Keputusan dalam Kongres dua hari 27-28 Oktober 1928 ini kini dikenal sebagai “Sumpah Pemuda”.

Integritas Johannes Leimena

Nanda mengingat satu ketika sempat tergoda untuk memanfaatkan jabatan ayahnya. Waktu itu Johannes Leimena menjadi menteri koordinator yang juga menangani distribusi barang-barang tingkat nasional. Nanda ingin satu set peralatan musik karena ia memang hobi bermusik. Salah satu teman main musik Nanda adalah Guntur Soekarno, putra tertua presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno.

Seorang pengusaha yang hendak mendapatkan izin secara cepat untuk memasukkan komoditinya rupanya mendengar keinginan Nanda ini. Ia membujuk Nanda supaya sang ayah menandatangani proposal yang melancarkan bisnisnya. Kalau Nanda berhasil, satu set alat musik akan diberikan kepadanya.

Nanda mencari akal supaya bisa membujuk ayahnya. Ia tahu sang ayah adalah orang yang jujur. Tapi keinginannya untuk memiliki seperangkat alat musik membuatnya nekat. “Pa, ada teman yang ingin memasukkan produk, bagaimana caranya?” kata Nanda kepada sang ayah, ia memberanikan diri membuka pembicaraan sembari membawa proposal si pebisnis tadi. Apa jawab ayahnya? Tentu saja Menteri yang paling dipercaya Soekarno ini menjawabnya dengan jawaban standar prosedur pengurusan izin. Nanda tahu, usahanya gagal dan ia harus melupakan impiannya mendapat satu set alat musik dengan cara “haram”  ini. Bisa jadi sang ayah tahu, tetapi tidak memarahinya, tetapi Nanda tahu ayahnya memberi pelajaran berharga.

Rupanya ingatan ini sedemikian membekas di kehidupan Nanda sehingga selalu dibawa dalam seluruh kehidupannya. Vivekananda Leimena dikenal sebagai direktur utama yang berintegritas tinggi di berbagai bank dan perusahaan jasa keuangan. Integritasnya dalam bidang keuangan membuat ia terpilih sebagai anggota Board of Trustees di Institute for Good Governance and Regional Development yang berbasis di Jakarta. Selain itu ia pun menjadi anggota Komite Audit PT Bank Permata Tbk. Vivekananda kini memelihara pemikiran-pemikiran ayahnya melalui yayasan yang ia pimpin: Institut Leimena.

Pribadi yang Rendah Hati

Johannes juga dikenal anak-anaknya sebagai pribadi yang tidak senang memamerkan kekuasaan. Jika di luar pekerjaannya, Johannes Leimena tidak pernah memakai pengawalan. Nanda mengingat, sering diajak sang ayah jalan kaki dari rumah mereka di Jl. Teuku Umar (di samping Kedutaan Besar Irak) menuju GPIB Paulus (di seberang Rumah Tinggal Duta Besar Amerika Serikat) jika hendak Kebaktian Hari Minggu. Tanpa ajudan. Tanpa pengawalan. Bahkan, saat menjabat presiden Republik Indonesia, menggantikan Soekarno jika sedang berhalangan, Johannes Leimena tidak minta pengawalan setara presiden, walau ia berhak.

Kondisi ini kontras dengan kondisi sekarang. Politikus-politikus muda Indonesia modern berlomba menumpuk kekayaan dengan berbagai cara. Halal maupun haram. Akibatnya, mereka pun menghuni ruang tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi. Yang, seharusnya menjadi calon penentu kemajuan bangsa Indonesia, malah kini jadi pesakitan di penjara. Seandainya tumbuh pemuda-pemuda Indonesia dengan integritas setara Johannes Leimena, Indonesia akan jaya.

Para pemuda Kristen jika menghayati setidaknya dua ayat dari Mazmur 90 ini, “Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu dan takut kepada gemas-Mu? Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana,” punya kans besar meneladani hidup Johannes Leimena.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home