Loading...
RELIGI
Penulis: Martahan Lumban Gaol 18:38 WIB | Jumat, 19 Februari 2016

“Agenda Teologis Agama Samawi Mendiskriminasi LGBT”

Dosen Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta, Stephen Suleeman. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Agenda teologis agama samawi mendiskriminasi keberadaan kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Sebab, agama samawi menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial, dan mengharapkan agar keturunan dari laki-laki terus berlanjut.

“Agenda teologis agama samawi jadi masalah LGBT. Agama ini membawa sistem patriarki yang mengunggulkan laki-laki,” kata Dosen Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta, Stephen Suleeman, saat ditemui satuharapan.com, di Jakarta, hari Jumat (19/2).

“Jadi, yang mendiskirminasi LGBT itu agama,” dia menambahkan.

Menurut sosok yang merupakan aktivis LGBT di STT Jakarta itu, agama menjadi kunci agar dunia berhenti mendiskriminasi kaum LGBT. Dia mengatakan, langkah awal agar pandangan terhadap kaum LGBT dapat berubah adalah dengan memperbarui penfsiran kitab suci.

Stephen mengambil contoh kitab suci agama Kristen, Alkitab. Menurutnya, Alkitab ditulis di kalangan masyarakat patriarki, sementara pengatahuan manusia tentang orientasi seksual dan identitas gender merupakan hal baru–jauh setelah Alkitab ada. Bahkan, kata ‘homoseksual’ baru diciptakan pada abad ke-19.

“Kuncinya ada di agama, agama harus berubah, penafsiran kitab suci harus diperbaiki,” ujarnya.

Dia melihat, kondisi pergumulan agama untuk menerima kaum LGBT yang ada saat ini serupa dengan kondisi ketika Galileo Galilei mengatakan bahwa bumi berbentuk bulat. Sebab, saat itu, Alkitab mengatakan bahwa bumi berbentuk datar.

“Ketika Galileo Galilei mengatakan bumi ini bulat, tapi menurut Alkitab tidak, karena ada perkataan Yesus yang memerintahkan manusia utnuk pergi sampai ke ujung dunia. Tapi akhirnya, manusia sadar itu salah dan benar bumi berbentuk bulat,” ujar pendeta di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Gading Indah itu.

Berangkat dari itu, dia berharap, suatu saat pandangan agama terhadapa kaum LGBT dapat berubah. Menurutnya, kitab suci pada zaman dulu dan sekarang harus ditafsirkan secara berbeda.

“Pada waktunya, mereka akan sadar bahwa Alkitab harus ditafsirkan dengan cara berbeda. Kita harus paham bagaimana konteks Alkitab zaman dulu dan sekarang,” tutur Stephen.

STT Jakarta dalam Isu LGBT

STT Jakarta adalah sebuah lembaga pendidikan tinggi di bidang teologi yang bertugas untuk mendalami isu-isu teologis dari perspektif iman Kristen. Terkait dengan isu LGBT, STT Jakarta meresponsnya sebagai sebuah lembaga pendidikan teologi.

Dikutip dari malam resminya, sttjakarta.ac.id, STT Jakarta berusaha dengan kaidah keilmuan yang diemban untuk mempercakapkannya secara sehat dan bertanggung jawab sebagai sebuah diskursus teologis. STT Jakarta paham tidak berada pada sebuah posisi dan sikap untuk mengafirmasi atau menegasi hal tersebut, sebagaimana yang mungkin perlu diambil oleh institusi-institusi non-akademis.

Namun, pada sisi lain, STT Jakarta juga memahami diri sebagai sebuah komunitas yang belajar untuk bersikap terbuka pada setiap insan, terlepas dari orientasi seksualnya. STT Jakarta memahami bahwa sikap untuk membuka diri dan menyambut saudara-saudari LGBT memasuki gerbang kampus STT Jakarta merupakan ekspresi dari iman Kristiani yang menerima semua orang yang diciptakan menurut citra Allah.

Sikap terbuka tersebut juga coba diwujudkan di dalam kesadaran bahwa setiap anggota komunitas di STT Jakarta (mahasiswa, dosen, karyawan, dan alumni), agar memiliki kebebasan hati nuraninya masing-masing untuk menggumuli isu LGBT. Karena itulah, STT Jakarta menghargai setiap pribadi di dalam komunitas ini untuk bergumul dan mengambil sikap pribadi atas isu yang pelik ini.

STT Jakarta menyadari bahwa terdapat beraneka-ragam sikap teologis, yang melampaui simplifikasi posisi yang hitam-putih (anti atau pro; menolak atau menyetujui), dengan spektrum posisi yang sangat bervariasi dan beragam. Oleh karena itu, sebagai sebuah institusi pendidikan, STT Jakarta memang memahami diri tidak berada pada posisi untuk menentukan sikap iman dan moral yang tunggal dan seragam. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home