Loading...
INDONESIA
Penulis: Prasasta Widiadi 14:59 WIB | Selasa, 02 Juli 2013

Agus Widjojo: Perlu Dibangun Monumen di Pulau Buru

Pembina Forum Silahturahmi Anak Bangsa (FSAB) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo (berdiri) memberi keterangan pers di Jakarta, Senin (1/7) sehubungan rencana peluncuran buku The Children Of War. Hadiri di sana, Feri Omar Nurisparyan (paling kiri), anak sulung mantan Menteri/Panglima Angkatan Udara era Presiden Soekarno, Omar Dhani, dan Sarjono Kartosuwiryo, anak tokoh DI/TII Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo (paling kanan).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Agus Widjojo berharap monumen di Lobangbuaya, Jakarta Timur, tetap dipertahankan agar menjadi tempat penanda sejarah bagi bangsa Indonesia tidak lagi menyimpang dari Pancasila.

“Kalau perlu di Pulau Buru (Provinsi Maluku Tengah) pun dibuat pula monumen yang menjadi bukti sejarah bahwa di sana pernah menjadi tempat ratusan anak bangsa yang menderita karena keputusan politis yang ke depan tidak terulang kembali,” ujarnya kepada pers di Jakarta, Senin (1/7).

Dalam acara itu, ia pun menerangkan rencana peluncuran buku berjudul The Children of War di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Rabu (3/7). Di buku ini, jelasnya,  menginformasikan upaya anak-anak korban konflik di Indonesia melakukan silahturahmi dan menjalin persahabatan untuk menyembuhkan luka dan dendam lama yang selama ini terjadi.

Anak-anak para pahlawan revolusi, eks-PKI, eks-DI/TII dan eks-PRRI/Permesta, kini, bersepakat untuk saling berdamai di antara mereka, dan mereka berniat untuk berbagi pengalaman pahit mereka agar kelak bangsa ini tidak lagi mengulangi kesalahan di masa lalu. Di antara mereka dalam kurun waktu 10 tahun ini saling berkomunikasi melalui Forum Silahturahmi Anak Bangsa (FSAB).

"Kami sebagai generasi kedua dan ketiga keluarga yang berkonflik di masa lalu melakukan silaturahmi secara sukarela untuk menemukan perdamaian dan kesepakatan," kata anak  pahlawan revolusi Mayjen TNI (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo itu.

Buku yang disusun Nina Pane, Stella Warrouw dan Bernada Triwara Rurit itu, sebagaimana dilansir Antara,  menceritakan perjalanan FSAB dan upaya-upaya mengumpulkan anak-anak korban konflik dalam sebuah forum silaturahmi dan menyembuhkan luka dan dendam lama.  "Penyusunan buku ini memerlukan waktu 10 tahun. Selain karena sempat tertunda-tunda, kami juga memerlukan waktu untuk berdiskusi tentang penulisan buku ini," tutur mantan Kaster ABRI itu.

Derita Korban Dan Pelaku

Agus mengatakan FSAB ingin berbagi pengalaman dengan masyarakat untuk membangun Indonesia baru yang bisa berdamai dengan masa lalu. Menurut dia, kejadian kelam di masa lalu telah membuat derita bagi generasi kedua dan ketiga, tak hanya korban tetapi juga yang diduga pelaku.

"Kejadian di masa lalu itu harus membuat kita bertanya, mengapa bisa terjadi konflik dan kekerasan? Mengapa kita sebagai sesama anak bangsa bisa saling membantai secara biadab?" katanya.

Sementara itu, Sarjono Kartosuwiryo, putra Imam Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Sekarmadji Marijan Kartosoewiryo, mengatakan bahwa konflik besar yang berkepanjangan hanyalah memiliki sebuah kunci yang sebenarnya sangat kecil.

"Kuncinya adalah silaturahmi atau dalam bahasa saat ini kita mengenal `gaul`. Bergaul dengan rekan-rekan di FSAB membuat kami menyadari memiliki mimpi yang sama yaitu negara sejahtera. Kini, kami telah mendapatkan kunci itu," tuturnya.

Agus menambahkan, anak-anak mantan pejabat yang menjadi korban konflik politik dalam pemerintahan negeri ini di masa lalu sudah mengetahui latar belakang peristiwa yang menimpa orangtua mereka. “Kini, kami tidak ingin larut dalam konflik yang pernah menerpa negara dan bangsa ini, dan dengan penuh keikhlasan bersepakat untuk berdamai dan berbagai pengalaman agar bangsa Indonesia tidak mengulangi kesalahan di masa lalu,” tuturnya.

Gagasan

Melalui wadah FSAB, lanjutnya, diharapkan muncul berbagai gagasan agar terjadi proses perdamaian di antara sesama anak bangsa. “Ada yang berpandangan cukup pada tataran silahturahmi. Tapi ada pula yang berpendapat sebaiknya dilanjutkan dengan rekonsiliasi,” jelasnya.

 Pandangan dan pendapat tersebut, lanjutnya, semuanya baik.  Namun yang terpenting, lanjutnya, melalui forum ini semua hendak menyerukan agar bangsa Indonesia ke depan harus tumbuh menjadi bangsa besar yang sama kedudukannya dengan bangsa-bangsa maju lainnya.

Apakah FSAB juga berniat meluruskan sejarah, khususnya peristiwa G 30 S tahun 1965? Agus Widjojo menerangkan bahwa untuk pelurusan sejarah menjadi tugas para ahli sejarah atau masyarakat pemerhati sejarah. Peristiwa itu, lanjutnya, tetap akan menjadi perhatian masyarakat yang akan menulis atas dasar data dan fakta yang mereka dapatkan.

“Bila ada yang tidak sesuai data dan fakta, masyarakatlah yang menilainya. Sehingga untuk meluruskannya sejarah pulalah yang menentukan,” ujarnya.

Apakah FSAB juga berniat meluruskan sejarah, khususnya peristiwa G 30 S tahun 1965? Agus Widjojo menerangkan bahwa untuk pelurusan sejarah menjadi tugas para ahli sejarah atau masyarakat pemerhati sejarah. Peristiwa itu, lanjutnya, tetap akan menjadi perhatian masyarakat yang akan menulis atas dasar data dan fakta yang mereka dapatkan.

“Bila ada yang tidak sesuai data dan fakta, masyarakatlah yang menilainya. Sehingga untuk meluruskannya sejarah pulalah yang menentukan,” ujarnya.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home