Loading...
RELIGI
Penulis: Melki Pangaribuan 20:42 WIB | Sabtu, 29 Oktober 2016

Ahmadiyah AS: Muslim Terlindungi di Negara Mayoritas Non Islam

Wakil Amir Nasional Komunitas Muslim Ahmadiyah Amerika Serikat Maulana Azhar Hanif Sahid (Foto: Melki Pangaribuan)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Amir Nasional Komunitas Muslim Ahmadiyah Amerika Serikat Maulana Azhar Haneef Sahid, mengatakan umat Islam di negara mayoritas non-Muslim seperti Amerika Serikat sangat terlindungi dan terjamin oleh konstitusi negara.

Sebaliknya Haneef prihatin, Muslim di negara berpenduduk mayoritas Islam justru tidak semuanya bebas mempraktikan keagamaan, kepercayaan dan keyakinannya.

Hal itu dikatakan Haneef kepada satuharapan.com, yang menanyakan gambaran kehidupan beragama di AS dan negara-negara lainnya.

"Jadi sebenarnya umat Muslim yang hidup di negara berpenduduk mayoritas non Muslim seperti AS justru bisa terlindungi, " kata Haneef usai gala dinner di Hotel Grand Aston Yogyakarta, hari Jumat (28/10) malam.

Kedatangan Haneef ke Yogyakarta guna menjadi pembicara dalam penyelenggaraan International Peace Symposium (IPS) 2016 bertajuk “Implementation of Pancasila in Freedom of Religions as Inspiration for The World” di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, hari Sabtu (29/10).

Missionary In-charge Komunitas Muslim Ahmadiyah AS itu mengatakan topik yang akan disampaikannya adalah mengenai konsep bagaimana kebebasan di di dunia, kebebasan hidup dalam berkeyakinan, beragama dengan berani untuk melaksanakan semua perintah dan ajaran agama tanpa harus takut dari tekanan siapa pun baik dari pemerintah maupun masyarakat.

Menurut dia, kebebasan beragama ini merupakan hak hakiki bagi setiap umat beragama dan merupakan hal yang sangat fundamental yang diajarkan oleh setiap agama.

"Jadi hal ini yang sebenarnya sangat memprihatinkan dan inilah yang membuat saya berbicara mengenai perdamaian dan kebebasan beragama," kata dia.

Misionaris selama lebih dari 26 tahun di berbagai lokasi di AS termasuk tugas di daerah San Francisco, Chicago, Missouri, Pennsylvania, Delaware dan New Jersey itu mengatakan, dalam agama Islam sendiri, yang diyakininya bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang memperjuangkan kebebasan beragama yang paling teguh dan paling banyak usahanya untuk membela dan mengusahakan kebebasan beragama.

"Sebenarnya semua umat Muslim di AS adalah minoritas, termasuk Ahmadiyah. Tetapi di AS ini sangat memperhatikan konstitusi negara," kata dia.

Ulama Garis Keras di AS

Menurut dosen yang pernah mengajar di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Kepulauan Karibia itu, setiap warga negara di AS itu memiliki hak terhadap konstitusi dan negara wajib melindungi segala macam keyakinan dan kebebasan warganya untuk berekspresi baik itu beragama atau tidak.

"Muslim di AS dan terutama Ahmadiyah memiliki kebebasan menggunakan sesuatu yang khas bagi orang-orang Muslim, seperti menggunakan pakaian Muslim. Meskipun masih banyak masyarakat AS yang kurang menyukai, masih ada yang memiliki stigma negatif tapi mereka tidak berhak untuk melakukan apa pun karena semua kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi itu dilindungi pemerintah," kata dia yang didampingi anggota Jamah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Irfan Sukma Ardiatama.

"Jadi di AS itu bebas berekspresi bagi yang berkeyakinan dan beragama. Selain itu bagi yang menjadi pembenci juga bebas untuk membenci, tapi semua itu dilindungi oleh negara," katanya.

Haneef mengaku, sebenarnya ada hal yang memperihatinkan di AS sebagai negara yang sekuler dan bebas, serta mayoritas penduduknya yang merupakan penganut non muslim di AS.

Dia mengatakan, warga Muslim di AS dilindungi oleh negara tapi beberapa ulama dan pemuka agama Islam di AS ini memperlakukan Ahmadiyah yang sesama Muslim dengan berbagai macam pandangan dan stigma negatif. Para ulama yang memberikan stigma negatif tersebut merupakan ulama-ulama dari kelompok garis keras di AS.

"Warga muslimnya dilindungi oleh negara tapi beberapa ulama dan pemuka agama Islam di AS ini memperlakukan kita yang sesama Muslim dengan berbagai macam pandangan yang negatif, stigma negatif. Dan mereka sendiri yang memberikan stigma negatif itu dari kalangan ulama-ulama garis keras," kata pria yang memiliki tinggi badan lebih dua meter.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home