Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 13:45 WIB | Sabtu, 09 Mei 2015

Akademisi: UU Desa Jamin Hak Politik Perempuan

Ilustrasi: keikutsertaan wanita Indonesia dalam pemilu. (Foto:icrp-online.org)

BENGKULU, SATUHARAPAN.COM - Pakar Hukum Administrasi Negara dari Universitas Bengkulu Muhammad Yamani mengatakan, hak politik perempuan dijamin dengan tegas dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

"Secara struktural hak politik perempuan dijamin, tapi kendala utama biasanya muncul dari kultur," katanya di Bengkulu, Sabtu (9/5).

Dalam lokakarya bertema "Memperkuat Kepemimpinan Perempuan Akar Rumput" yang digelar Koalisi Perempuan Indonesia dan Women Crisis Center Cahaya Perempuan Bengkulu, ia mengatakan dalam UU itu perwakilan kelompok perempuan harus terlibat dalam musyawarah desa.

Keterlibatan perwakilan kelompok perempuan dalam musyawarah perencanaan dan pembangunan desa (Musrenbangdes), diharapkan mampu menyuarakan kepentingan kaum perempuan dalam pembangunan masyarakat.

"Misalnya dana desa dialokasikan untuk beasiswa calon bidan yang akan melayani kesehatan di desa, tanpa harus menunggu penempatan dari pemerintah," kata dia.

Dalam Undang-Undang Desa juga diatur tentang keterwakilan perempuan dalam Badan Perwakilan Desa (BPD).
Persoalannya, kata Yamani, muncul dari sisi kultural atau persetujuan suami atau keluarga yang tidak memberikan ruang bagi perempuan mengekspresikan kemampuannya.

Selain itu, perempuan kurang gigih merebut atau memperjuangkan haknya. Sebagian besar perempuan kurang mau berjuang dalam gerakan tapi lebih memilih bekerja di belakang meja.

"Banyak perempuan juga membatasi diri sendiri, misalnya dalam rapat-rapat langsung ke dapur dan menyiapkan konsumsi, padahal diberikan ruang untuk menyampaikan pendapat," katanya.

Kendala sosial yakni masih menempatkan perempuan pada sektor domestik, yakni mengurus rumah, dapur, dan anak-anak sementara laki-laki pada urusan publik.

Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Diah Irianti mengatakan, persoalan pembangunan lebih dominan pada segi fisik, sedangkan nonfisik termasuk hak-hak perempuan sering terabaikan.

"Selain itu ada nilai-nilai budaya yang memisahkan peran perempuan dan laki-laki secara tajam," kata dia.

Karena itu perempuan harus meningkatkan kapasitas dan kualitas, untuk merebut peran dan keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan mulai dari tingkat desa.

Ia mengatakan, untuk angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bengkulu sudah berada pada angka 75, artinya dari sisi pendidikan, kesehatan dan ekonomi, sudah cukup berdaya.

Sedangkan Indeks Pemberdayaan Gender, masih berada pada angka 69,69, artinya pembangunan yang dilakukan di Bengkulu masih mayoritas oleh laki-laki.

"Pelaku dan penikmat pembangunan di Bengkulu masih didominasi laki-laki ini yang perlu diubah," kata dia.

Untuk meningkatkan kapasitas perempuan, dalam waktu dekat badan yang ia pimpin sudah merancang berbagai program mulai dari lokakarya peningkatan peran perempuan, dalam pengambilan keputusan dan pameran hasil karya perempuan dalam pembangunan.(Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home