Loading...
INDONESIA
Penulis: Bayu Probo 09:04 WIB | Selasa, 01 Juli 2014

Akil Mochtar Tidak Sesali Dihukum Seumur Hidup

Terdakwa mantan Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar (kanan) berdiri di balik jendela sebelum menjalani sidang putusan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (30/6). Saat ditanya Akil menjawab siap apa pun keputusan Majelis Hakim terhadap tuntutannya. (Foto: Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar tidak menyesal meski divonis seumur hidup karena menerima hadiah terkait pengurusan 10 sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di MK dan tindak pidana pencucian uang.

Nggak, untuk apa nyesal?” kata Akil seusai sidang pembacaan putusan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (30/6) malam.

Akil dalam perkara ini divonis seumur hidup sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa M Akil Mochtar dengan pidana seumur hidup,” kata Ketua Majelis Hakim Suwidya.

Namun, putusan itu tidak mengabulkan denda sebesar Rp 10 miliar dan juga tidak mencabut hak politik Akil.

“Majelis hakim dalam putusannya tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan,” tambah Akil.

Ia mencontohkan bahwa bekas sopirnya Daryono di dalam sidang mengungkapkan ada uang Rp 2,5 miliar yang dipindahkan sendiri oleh Daryono.

“Sampai ke Tuhan pun saya akan banding. Sampai ke surga pun saya akan banding,” Akil menegaskan. Mantan politisi partai Golkar tersebut bersikeras bahwa ia tidak mengambil uang negara.

“(Potong jari) itu untuk koruptor yang nyuri uang negara. Aku bukan nyuri uang negara. Uang nenek moyangmu pun bukan,” jawab Akil saat ditanya mengenai pernyataannya tentang usulan untuk memotong jari bagi orang yang terbukti melakukan korupsi.

Hakim menilai Akil bersalah dalam enam dakwaan yaitu pertama adalah Pasal 12 huruf c Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah yaitu terkait penerimaan dalam pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas (Rp 3 miliar), Lebak (Rp 1 miliar), Palembang (Rp 19,9 miliar), dan Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500 ribu dolar AS).

Dakwaan kedua juga berasal dari Pasal 12 huruf c Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP, yaitu penerimaan dalam pengurusan sengketa Pilkada Buton (Rp 1 miliar), Morotai (Rp 2,99 miliar), Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar).

Dakwaan ketiga berasal dari Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji dalam sengketa Pilkada Jawa Timur (Rp 10 miliar) dan Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, dan Kabupaten Boven Digoel (Rp 125 juta).

Dakwaan keempat juga berasal dari Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dalam pengurusan sengketa Pilkada Banten (Rp 7,5 miliar).

Dakwaan kelima adalah Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif hingga Rp 129,86 miliar saat menjabat sebagai hakim konstitusi periode 2010-2013.

Dakwaan keenam berasal dari Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP karena diduga menyamarkan harta kekayaan hingga Rp 22,21 miliar saat menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Golkar 1999-2009 dan ketika masih menjadi hakim konstitusi di MK pada periode 2008-2010.

Artinya secara total Akil terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 152,07 miliar.

Atas vonis tersebut, JPU KPK menyatakan pikir-pikir. “Kami pikir-pikir Yang Mulia,” kata Ketua JPU KPK Pulung Rinandoro. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home