Loading...
RELIGI
Penulis: Martahan Lumban Gaol 18:29 WIB | Senin, 02 November 2015

Andi Widjajanto: Matius 28:19 Solusi Gereja Adang Korupsi

Andi Widjajanto (kanan) saat menjadi narasumber dalam acara Seminar Sehari Gereja Menghadang Korupsi 'Peran Gereja dalam Mencegah Perilaku Korupsi dan Mendukung Pemberantasan Tindak Pidana ‎Korupsi Pemerintah' di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, hari Senin (2/11). (Foto: Martahan Lumban Gaol)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”.

Kalimat yang merupakan isi dari Matius 28:19 itu dikutip oleh Mantan Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto, untuk mengajak gereja dan umat Kristen mengadang tindak korupsi.

“Saya mengutip Matius 28:19, pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku,” kata Andi saat menjadi narasumber dalam acara Seminar Sehari Gereja Menghadang Korupsi 'Peran Gereja dalam Mencegah Perilaku Korupsi dan Mendukung Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pemerintah' di Sekoalah Tinggi Teologi Jakarta, Kota Jakarta Pusat, hari Senin (2/11).

Dia menjelaskan, ayat tersebut memerintahkan umat Kristen tidak hanya diam melihat berbagai tindak kejahatan, termasuk korupsi, terjadi. Sebab, melalui ayat tersebut, Tuhan meminta umat Kristen menjadi agen perubahan yang mampu membawa bangsanya ke arah lebih baik.

“Pergilah sebagai lilin, tapi jangan ke tempat terang, karena tidak akan kelihatan,” kata Andi.

Namun, dia mengingatkan, umat Kristen harus menjadi lilin di tempat yang tepat. Contohnya, bila ingin berbicara mengenai persoalan kebhinnekaan, umat Kristen bukan berbicara dengan sosok yang berasal dari organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) atau pemeluk agama Katolik. Sebab, masyarakat dari kedua kelompok tersebut telah memahami makna dari kebhinnekaan.

“Ketika kita sebagai lilin, kemudian mau bicara masalah kebhinnekaan, maka pilihannya jangan bicara dengan teman-teman dari NU, karena artinya kita menjadi lilin di tengah lampu sorot. Jangan juga kita bicara masalah kebhinnekaan dengan teman-teman dari Katedral, itu sama saja, kita menjadi lilin di tengah lampu sorot,” ucap Andi.

Mengapa Harus Jadi Lilin?

Andi pun sempat menceritakan penyesalan yang dialami ketika tahu sahabatnya telah menganut paham radikal dan menolak semboyan bangsa Indonesia, ‘Bhinneka Tunggal Ika’.

Dia menceritakan, pada tahun 2012, seorang sahabatnya berperilaku aneh, di luar apa yang pernah dibayangkannya. Padahal, sejak bersahabat di tahun 1992, sahabatnya tersebut merupakan sosok yang sangat mendukung kebhinnekaan.

Namun, akhirnya Andi menyadari bahwa diriny ikut berperan dalam perubahan pemikiran sahabatnya itu. Karena,  tidak pernah mendampingi dan menguatkan ketika telah mendengar sahabatnya tersebut bergabung dan ikut ibadah sebuah kelompok organisasi radikal.

Bahkan, dia tidak mengajak teman-teman yang mengenal sahabatnya tersebut untuk bersama-sama mengingatkan bahwa jalan yang ditempuh salah.

“Saya punya sahabat sejak tahun 1992, dia adalah pendukung kebhinnekaan. Hingga akhirnya, kira-kira tiga tahun lalu, sahabat saya itu tiba-tiba perilakunya berubah, menjadi sosok yang tidak pernah saya bayangkan. Kemudian saya berpikir dan menyadari bahwa saya salah, karena saya tidak pernah mendamping dia, saya membiarkan dia begitu saja ketika saya mendengar dia ikut kelompok dan beribadah dengan kelompok tersebut,” ujar Andi.

“Saya diam saja, saya tidak pernah mengajak teman-teman yang toleran untuk menguatkan dia atau mengingatkan dia bahwa jalurnya salah, kini saya kehilangan orang yang dulu mendukung kebhinnekaan,” dia menambahkan.

Artinya apa? Menurut Andi, kejahatan akan terjadi bila umat Kristen hanya diam dan tidak mau menjadi lilin di tengah kegelapan.

“Kalau kita diam saja, maka kejahatan akan terjadi,” tutur salah satu staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI itu.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home