Loading...
EKONOMI
Penulis: Bayu Probo 09:24 WIB | Selasa, 29 Oktober 2013

Aprindo: Ritel Modern Tak Matikan Pasar Tradisional

Tunjungan Plaza, Surabaya. (Foto: pakuwon)

SURABAYA, SATUHARAPAN – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia menyatakan, kehadiran pasar swalayan atau ritel modern tidak akan mematikan eksistensi pasar tradisional di daerah, karena keduanya memiliki pangsa pasar yang berbeda dan bisa saling melengkapi.

Wakil Ketua Bidang Organisasi DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solikhin kepada wartawan di Surabaya, Senin malam (28/10), mengatakan pemerintah daerah seharusnya tidak perlu khawatir dengan kehadiran toko ritel besar atau pasar modern, sehingga sampai harus mengeluarkan larangan pengusaha ritel masuk.

"Pangsa pasarnya sudah beda dan tidak perlu muncul kekhawatiran. Oleh karena itu, dikotomi pasar modern dan tradisional sudah tidak relevan lagi dibahas, karena justru merugikan para ‘stakeholder’ (pemangku kepentingan)," katanya usai mengukuhkan kepengurusan DPD Aprindo Jawa Timur periode 2013-2017.

Solikhin mengakui saat ini masih ada sejumlah pemerintah daerah yang memproteksi keberadaan pasar tradisional dengan menerbitkan peraturan daerah soal larangan beroperasinya pasar atau ritel modern, seperti toko swalayan skala kecil hingga besar.

"Bagi anggota Aprindo, proteksi itu bukan ancaman untuk mengembangkan bisnis, tetapi menjadi tantangan untuk memperbaiki kinerja dan membuktikan kepada masyarakat bahwa pasar modern tidak berkonotasi negatif bagi peritel tradisional," tambahnya.

Bahkan, lanjut Solikhin, kehadiran pasar modern atau toko swalayan diharapkan bisa ikut mendorong peningkatan usaha peritel kecil di daerah melalui berbagai program kemitraan yang dikembangkan.

Hingga saat ini, Aprindo telah memiliki sekitar 150 anggota dengan ribuan unit usaha mulai toko swalayan hingga pasar modern. Sedangkan kepengurusan Aprindo telah terbentuk di 20 provinsi.

Ketua DPD Aprindo Jatim Qomaruzaman menambahkan munculnya dikotomi pasar modern dan tradisional seolah-olah mengesankan kedua tempat usaha itu saling berhadapan, padahal kenyataan sesungguhnya tidak seperti itu.

"Akibat dikotomi itu, pemerintah daerah menjadi lebih ketat mengawasi keberadaan pasar modern. Sementara pasar tradisional yang mendapat perlindungan justru tidak segera berubah menjadi lebih baik," ujarnya.

Menurut ia, pertumbuhan ekonomi Jatim yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir hingga di atas 7 persen, tidak lepas dari masuknya investasi ke daerah, termasuk sektor bisnis ritel modern.

"Munculnya larangan pendirian pasar swalayan modern di beberapa daerah, justru membatasi masuknya investasi. Namun, kami melihat Jatim merupakan pasar potensial," katanya dengan menambahkan pertumbuhan bisnis ritel berkisar 10-15 persen per tahun. (Antara)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home