Loading...
INDONESIA
Penulis: Ignatius Dwiana 10:57 WIB | Jumat, 19 Juli 2013

Artidjo Alkostar: Penduduk Negara Demokratis Berwajah Cerah

Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar dalam lokakarya di Jakarta hari Rabu (17/7) yang diselenggarakan Lembaga Pers Dr. Soetomo. (Foto Ignatius Dwiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Ideologi penegak hukum itu pilihan nilai. Saya sebagai hakim memilih kebebasan jurnalis itu prioritas. Itu ideologi saya sebagai penegak hokum.  Jadi setiap orang itu punya ideologi sendiri,” Kata Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar dalam lokakarya “Kebebasan Berekspresi dalam RUU KUHP” di Jakarta hari Rabu (17/7) yang diselenggarakan Lembaga Pers Dr. Soetomo.

Kebebasan berekspresi sangat penting untuk mengontrol supaya tidak ada penyalahgunaan kekuasaan, oligarki kekuasaan politik maupun ekonomi. Kontrol sosial akan mempererat kohesi sosial masyarakat Indonesia yang majemuk dalam etnis dan plural dalam agama.

Dr. Artidjo Alkostar  mencontohkan, Mahkamah Agung membebaskan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Bambang Harimurti, dari tuduhan melakukan penghinaan dalam suatu tulisan berita. Kasus lain, pengabulan perkara kasasi Rommy Fibri melawan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pengabulan perkara kasasi pimpinan redaksi koran berita Merdeka melawan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Hal itu, merupakan bagian dari penerapan fungsi protektif hukum atas jurnalis karena bekerja memenuhi standar profesionalisme dan sesuai kode etik jurnalistik.

Negeri Demokrastis Berwajah Cerah

Mengutip gagasan Amartya Sen yang mengelaborasi peran pers dan mass media bahwa kebebasan berpendapat secara umum berhubungan dengan kualitas kehidupan. Orang yang hidup di negara yang otoriter itu ekspresinya berbeda dengan negara yang demokratis. Dr. Artidjo Alkostar  mencontohkan, orang dari negeri yang demokratis itu berwajah cerah ceria sementara negara yang tertutup mrengut semua.

“Ini adalah ekspresi itu. Kualitas itu berhubungan langsung dengan kebebasan pers itu. Saya kira ini perlu dijaga. Jadi tidak akan ada kekuasaan yang akan membiarkan kebebasan pers tidak akan ada. Itu mesti diganggu, karena hal itu yang mengganggu. Tugas kita untuk kontinyu memperjuangkan kebebasan itu. Jangan sampai lalai,” kata dia.

“Keberadaan freedom of expression merupakan core values negara demokrasi. Jadi tidak akan ada demokrasi kalau tidak ada kebebasan berekspresi. Predikat demokrasi harus dirawat dan dikembangkan kualitasnya. Sebab, hal itu berperan penting dalam meningkatkan pengetahuan, menyelesaikan konflik, dan mengontrol penyalahgunaan kekuasaan.”

“Kita sudah meratifikasi ICCPR, International Covenant on Civil and Political Rights. Kita tidak bisa mengelak lagi bahwa kita bagian dari masyarakat internasional. Saya kira itu merupakan dasar dari kebebasan untuk  mempertahankan dan meningkatkan kemerdekaan pers. Ini harus merupakan continuum atau tahapan yang terus berkelanjutan dalam menegakkan demokrasi dan supremasi hukum.”

Kebebasan Pers Hak Konstitusional Rakyat

Kebebasan pers merupakan hak konstitusional rakyat Indonesia di sebuah negara demokrasi. “Untuk itu harus ada tali sumbu nilai. Dari atasnya harus konsisten ke bawah. Jadi kalau UUD ’45 kita sudah konsisten mengatur dari pasal 28 a sampai j tentang hak asasi seharusnya produk RUU KUHAP juga begitu. Tidak hanya konstitusi yang berubah, tetapi KUHAP tidak berubah idoeloginya. Itu yang berbahaya,” Kata Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar.

Narasumber dalam acara ini antara lain, Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar dan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Dr. Wahiduddin Adams, S.H., MA dengan moderator Nawawi Bahruddin SH dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home