Loading...
INDONESIA
Penulis: Claudya Ananda Putri Kawet 11:00 WIB | Rabu, 01 Mei 2013

Aturan Dana Kampanye Hanya Pemanis

Ilustrasi pemungutan suara untuk Pemilu di Indonesia. (dok. Merdeka.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM  - Pasal yang mengatur pendanaan kampanye hanya menjadi pemanis dalam Undang-Undang pemilihan umum baik pemiihan legislatif maupun pemilihan presiden. Demikian Ketua Perkumpulan Untuk Pemilu Dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto.

“Meskipun aturannya ada tetapi sebetulnya tidak berarti apa-apa,” ujar didik dalam diskusi dan peluncuran buku “Basa Basi Dana Kampanye” di Jakarta Selasa (30/4) siang. Karena klausul dana kampanye hanya sebagai pemanis, lanjutnya, tidak akan membantu terselenggaranya pemilu yang mash bertahan dengan azas langsung, umum, bebas, rahasia (Luber), serta jujur dan adil (Jurdil).

Menurut Didik, dalam klausul itu tidak secara rinci mengatur pendapatan, pengeluaran dan pelaporan. "Tidak ada mekanisme yang jelas,” ujarnya

Lebih lanjut dikemukakan, dalam pengaturan pendapatan  tidak ada kejelasan tentang sumber dana terlarang sehingga ketika ada peserta yang menerima dana kampanye dari sumber terlarang, negara tidak bisa segera mendeteksi dan memberikan sanksi. Selain itu, pembatasan sumbangan dana kampanye dari perseorangan dan perusahaan tidak efektif karena sumbangan partai politik , calon anggota legislatif dan calon pejabat tidak dibatasi sehingga banyak penyumbang perseorangan dan perusahaan menitipkan uang sumbangan melalui jalur ini.

Adanya penggunaan transaksi tunai bukan dengan transaksi rekening, lanjutnya, membuat kesempatan untuk tidak melapor pendanaan secara riil serta daftar penyumbang tidak dipublikasikan secara berkala. Hal ini sudah barang tentu menyulitkan untuk  mendeteksi kalau ada sumbangan yang terlarang ataupun sumbangan yang melampaui batas. Ini berdampak pada sanksi di mana sanksi sulit diterapkan karena kitidakjelasan pelanggaran.

Dalam sisi  pengeluaran diakuinya, bahwa tiada pembatasan belanja kampanye sehingga banyak partai politik yang menggalang dana kampanye dengan segala cara untuk bisa melakukan kampanye besar-besaran. Setelah semua itu dilakukan peserta pemilu cenderung tidak melaporkan semua belanja kampanye secara riil karena tidak adanya perangkat peraturan untuk mencegah tindakan tersebut.

"Laporan pengeluaran yang dilaporkan tidak menunjukan kenyataannya. Pengeluarannya ternyata lebih besar dari yang dilaporkan,” tambah Didik merujuk data penelitian yang dilakukannya.

Masalah lain pada sisi pelaporan dana kampanye, peserta yang lebih memnilih transaksi tunai dari pada transaksi rekening menyebabkan tidak semua belanja kampanye dilaporkan. Akibatnya,  daftar penyumbang juga tidak bisa terdeteksi. "Karena tidak adanya standarisasi pembukuan yang jelas, pada saat audit tidak menunjukan audit yang benar.” papar Didik.

Ketidakjelasan mekanisme pengelolaan dana kampanye sudah dikritisi  sejak pemilu 1999. Setiap kali pembahasan undang-undang (UU) pemilu banyak pihak yang memberikan masukan untuk dilakukan perbaikan. Namun, ujar Didik para pembuat UU yang tidak lain kader-kader partai politik dan pemerintahan selalu mengabaikan usulan perbaikan tersebut.

Editor : Windrarto


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home