Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 11:22 WIB | Selasa, 19 Mei 2015

Aturan Penguatan Ekonomi Desa Sulit Diimplementasikan

Ilustrasi. Menteri Desa PDTT, Marwan Jafar saat melihat langsung Argo Wisata Bunga Anggrek di Desa Cigugur Girang. (Foto: kemendesa.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi II DPR RI Diah Pitaloka menilai program Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Menteri Desa PDDT) mengenai penguatan otonomi desa masih sulit diimplementasikan para kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) secara langsung, karena beberapa pasal aturan yang masih saling berbenturan.

Menurut hasil resesnya di Kabupaten Cianjur, 25 April 2015–17 Mei 2015, para kepala desa dan BPD di Kabupaten Cianjur mengaku belum berani membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang akan menjadi komponen utama penerapan otonomi desa. Bahkan, salah satu kepala desa mengaku masih bingung harus berbuat apa. Pasalnya, Peraturan Menteri Desa No 4/2015 tentang Pendirian Pengurusan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan UU Desa No 6/2014 saling berbenturan mengatur pasal soal pungutan.

"UU Desa dengan tegas tidak mengizinkan desa melakukan pungutan untuk menambah pendapatan asli desa. Tapi di Permendes boleh. Semua (kepala desa) masih pada bingung. Kalau mungut terus ditangkap bagaimana," kata Diah menirukan keluhan Kepala Desa tersebut," di dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, Senin (18/5).

Selain itu, dia mengungkapkan, perbedaan dua aturan tersebut menyebabkan struktur organisasi desa menjadi tidak seragam.

"Peraturan tentang desa dari pemerintah provinsi dan kabupaten juga belum ada. Kami menyusun ada yang mengacu pada UU Desa, ada juga yang menyusun berdasarkan peraturan menteri desa," kata Diah.

Oleh karena itu, Anggota fraksi PDI Perjuangan ini mendorong pemerintah daerah lebih peka mengatasi kesimpangsiuran aturan ini, dengan membuat peraturan daerah tentang desa baik dari pemerintah provinsi yang diikuti dengan kabupaten. Sebab, menurut dia, kepala desa kini lebih tanggap dan responsif mengikuti setiap perubahan aturan dengan cepat, namun sayangnya turunan aturan di tingkat daerah berjalan lambat.

Diah juga melihat ada yang harus diperbaiki dari program sosialisasi otonomi desa yang memungkinkan sistem lebih responsif terhadap semua masukan dari para kepala desa untuk penyempurnaan pelaksanaan UU Desa dan Peraturan Menteri Desa dengan aturan pelaksana berupa Peraturan Daerah.

"Tak akan terjadi kebingungan di tingkat pelaksana di bawah jika sosialisasi peraturan baik dan aturan teknisnya jelas. Ini mungkin ada kekurangan yang harus jadi masukan pemerintah," tutur dia.

"Jangan sampai cita-cita besar kita untuk mengotimalkan kemandirian desa jadi sulit terealisasi karena kesimpangsiuran aturan," Diah menambahkan.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home