Loading...
EKONOMI
Penulis: Prasasta Widiadi 08:07 WIB | Selasa, 09 Desember 2014

Bank Dunia: RI Jangan Tiru Pembangunan Ekonomi Tiongkok

Axel Van Trotsenburg (kiri) Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Tenggara, dan Fauzi Ichsan (kanan), ekonom Standard Chartered Bank, saat memberi materi pada forum Indonesia Economic Quarterly atau Laporan Ekonomi Triwulan yang digelar oleh Bank Dunia untuk Indonesia, di Kawasan Niaga Terpadu Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (8/12). (Foto: Prasasta Widiadi)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Indonesia jangan terus-menerus berpatokan pada model pertumbuhan ekonomi seperti yang dijalankan Tiongkok, karena Negeri Tirai Bambu itu sedang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.

“Apa yang saat ini berlangsung dengan perlambatan ekonomi di Tiongkok merupakan sebuah isyarat bahwa tidak bisa lagi dijadikan patokan ekonomi, dan tidak dapat menjadi satu role model untuk iklim investasi,” kata Axel Van Trotsenburg Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Tenggara saat memberi materi pada forum Indonesia Economic Quarterly atau Laporan Ekonomi Triwulan yang digelar oleh Bank Dunia untuk Indonesia, di Kawasan Niaga Terpadu Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (8/12).

Axel mengemukakan apabila pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya 5,2 persen, Indonesia harus menyikapi secara berbeda.

“Pertanyaannya kalau Tíongkok sudah tidak memimpin klasemen dalam pertumbuhan ekonomi, siapa yang akan mengambil alih pimpinan klasemen sementara,” Axel memaparkan.

Menurut lembaga riset Conference Board China Center for Business and Economics, pertumbuhan ekonomi Tíongkok yang selama ini tergolong pesat akan melambat menjadi sekitar 4 persen per tahun setelah tahun 2020 karena Negeri Tirai Bambu ini menghadapi “ketidakpastian dan perlambatan struktural yang meluas” dalam sepuluh tahun ke depan, sebagaimana dikutip Bloomberg, Selasa (21/10).

Model pembangunan Tíongkok, yang berbasiskan kebijakan moneter yang berorientasi pada pertumbuhan dan modal yang diatur negara, menghasilkan risiko ketidakseimbangan pasar yang cukup besar, menurut lembaga itu seperti dikemukakan David Hoffman, Wakil Ketua Conference Board.  

Axel menjelaskan, kecuali Tiongkok, pertumbuhan di negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik diperkirakan hanya mencapai 4,8 persen pada tahun ini, kemudian naik menjadi 5,3 persen pada 2015.

"Kenaikan ini diperkirakan berkat dampak peningkatan ekspor dan kemajuan reformasi ekonomi di negara-negara besar di Asia Tenggara," kata Axel.

Axel menyatakan, negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik akan terus memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan lebih cepat dibandingkan kawasan berkembang lain bila pembuat kebijakan menerapkan agenda reformasi yang ambisius.

"Ini termasuk menghilangkan hambatan-hambatan untuk investasi domestik, meningkatkan daya saing ekspor dan mengatur belanja publik secara rasional," Axel menambahkan.

Menurut Axel, Indonesia harus memiliki target dan pencapaian ekonomi pada tahun mendatang karena tidak terlalu banyak memiliki masalah dalam ekonomi dan finansial, tidak seperti negara lain yang dikategorikan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) memiliki masalah “spesifik” seperti krisis politik di Ukraina dan Timur Tengah serta munculnya ancaman ebola di beberapa negara Afrika. Negara-negara dalam Zona Eropa, Tíongkok, dan Jepang masih belum menemukan formula yang tepat untuk keluar dari tren perlambatan.

Di kawasan Eropa, pemulihan juga masih relatif stagnan sehingga Bank Sentral Eropa (ECB) terus mempertahankan stimulus dan suku bunga murah. Pertumbuhan sektor manufaktur dan jasa juga belum menunjukkan perbaikan signifikan di kawasan Eropa. Contoh lain yakni Jepang yang berada dalam fase resesi akibat krisis utang yang hampir mencapai 200% Produk Domestik Bruto (PDB).   

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home