Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Kartika Virgianti 07:46 WIB | Kamis, 05 September 2013

Basuki: Dengan Konsep B to B, Sampah Bisa Jadi Uang

Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama diwawancara awak media usai sosialisasi Perda No.3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Jakarta (foto: Kartika Virgianti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama mengarakan, nantinya perumahan mewah, mall, dan kawasan komersial lainnya akan mengelola sampah dengan konsep B to B (Business to Business).

"Pada tahap awal yang terpenting pemerintah tidak keluar biaya dulu, selanjutnya akan dibagi-bagi keuntungannya,” katanya kepada awak media usai acara sosialisasi Perda No.3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Jakarta di Plaza Bapindo, Rabu (4/9).

Keuntungan dari konsep seperti ini bagi pengusaha bisa dapat uang yang meliputi kegiatan pengangkutan sampah yang telah diolah bisa menjadi energi, atau pupuk, dan sampai proses pembakaran sampah (dengan incinerator). Dalam hal ini pemerintah juga tetap membayar kepada pengusaha yang mengolah sampah tersebut.

Dari Perda sebelumnya pemerintah tidak mengambil uang dari sampah, tapi tetap ada faktor keadilan juga. Perumahan dan apartemen mewah kalau tidak mau olah sampah ya dikenakan pungutan juga. "Seperti rumah saya dikenakan pungutan 1,2 juta per bulan untuk uang kebersihan dan keamanan," kata dia.

“Kalau sebelumnya sampah itu hanya urusan mengangkut lalu dibuang begitu saja, bayarnya tinggal kasih uang rokok pada sopir dan keneknya. Tapi sekarang tidak ada lagi hal yang seperti itu. Kita mau semua diolah dengan baik,” katanya.

Sebelumnya pemerintah disebut-sebut ‘tekor’ hanya untuk mengurusi sampah Jakarta. Akan tetapi, menurut, dia tidak ada istilah ‘tekor’. Hal itu adalah  kewajiban pemerintah. Maksud Gubernur alangkah sayangnya ketika bisa ada kontribusi masyarakat dari dunia bisnis pengelolaan sampah, anggaran pemerintah bisa dihemat untuk membangun yang lain, seperti perumahan. Sebab, di Jakarta masih ada ratusan ribu orang yang belum dapat rumah.

“Kita berencana menggunakan incinerator. Sampah akan dibakar. Kalau saat ini sampah hanya ditumpuk-tumpuk saja. Karena itu saya juga curiga sampah Jakarta yang katanya 6.000 ton per hari di Bantar Gebang tapi tidak penuh-penuh sampai sekarang, entah apakah di buang ke sungai, atau ke mana,” ungkap Basuki.

“Selama ini biaya yang dihabiskan pemerintah untuk mengurusi sampah mencapai 800 miliar rupiah. Dengan konsep seperti ini sampah bisa menjadi uang, tidak seperti dulu sampah jadi biaya. Kalau semua pihak bekerja dengan baik, sampai ke tingkat RT dan RW maka baru akan ada jaminan Jakarta bisa bersih.”

Dengan penghematan biaya dari urusam sampah, pemerintah akan melakukan yang Basuki sebut ‘rekayasa sosial’, di mana akan disiapkan tempat tinggal, tempat kerja, dan transportasi yang murah, supaya orang merasa kualitas hidupnya baik. Jadi yang selama ini tinggal di bantaran sungai, di waduk yang selalu dapat ‘uang kerohiman’ (bantuan langsung tunai/BLT) selama bertahun-tahun, sekarang pemerintah cabut, tidak akan ada lagi yang seperti itu. Kalau tidak ada rumah, pemerintah akan berikan rumah. Tapi bukan berarti pemerintah DKI menyewakan atau menjualnya, hanya retribusi saja.” tegasnya. 

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home