Batal Raih Investment Grade, Jokowi Gagal Atasi SBY
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Setelah optimisme sempat meruyak, akhirnya resmi sudah diumumkan bahwa Indonesia gagal meraih peringkat investment grade atau layak investasi dari lembaga pemeringkat internasional, Standard & Poor's (S&P).
Padahal, bulan lalu petinggi lembaga itu sendiri yang memberi isyarat Indonesia berkemungkinan meraihnya. Ini telah memunculkan keyakinan bahwa Pemerintahan Jokowi-JK akan dapat melewati prestasi Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yang selama 10 tahun tidak berhasil meraih peringkat layak investasi dari lembaga yang sama.
Sayangnya, optimisme itu belum berbuah. Kemarin (1/6) S&P mengkonfirmasi kegagalan Indonesia mendapatkan label layak investasi setelah secara resmi mengafirmasi rating Indonesia pada posisi BB+ untuk utang luar negeri jangka panjang dan B untuk utang luar negeri jangka pendek. Dengan demikian, S&P mempertahankan penilaiannya sebagai lembaga pemeringkat yang belum memberikan rating layak investasi bagi Indonesia; berbeda dengan Fitch Ratings yang telah memberikan label layak investasi pada Indonesia sejak 2011, sementara Moody's telah memberikan peringkat layak investasi tersebut sejak 2012.
Salah satu penyebab enggannya S&P menaikkan peringkat Indonesia ialah kinerja fiskal. Dalam siaran resminya, S&P menganggap kinerja fiskal Indonesia belum meningkat dari sisi siklus dan struktur, walaupun diakui ada perbaikan kualitas belanja negara dan dampak fiskal yang lebih terukur.
S&P menekankan jika kerangka fiskal yang sudah disusun pemerintah mampu diiringi dengan perbaikan performa fiskal, dengan penurunan defisit anggaran dan jumlah pinjaman, tidak menutup kemungkinan peringkat Indonesia akan naik.
Menanggapi hasil mengecewakan ini, Bank Indonesia menyatakan pihaknya menghormati keputusan dan penilaian dari lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor`s (S&P) yang belum memberikan peringkat layak investasi (investment grade) kepada Indonesia pada Juni 2016.
"Kalau kesimpulan mereka (S&P) belum bisa memberikan kita `investment grade`, kami menghormati keputusan tersebut walaupun menurut kami sudah menjelaskan dan memberikan status untuk kelima aspek, baik dari sisi governance (pemerintahan), ekonomi, eksternal, fiskal dan moneter. Kalau salah satu dari lima aspek tersebut dianggap masih ada kekurangan, kami merasa itu adalah hak S&P," kata Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo di Jakarta, Rabu malam.
Ia meyakini bahwa kementerian dan lembaga pemerintah Indonesia yang telah melakukan pertemuan dengan S&P telah menjelaskan pencapaian, kinerja dan komitmen Indonesia dalam melakukan reformasi struktural untuk mencapai ekonomi yang sehat.
Menurut dia, dampak dari penilaian S&P adalah pembahasan yang harus lebih banyak dilakukan oleh pasar terkait investor yang menanam modal di Indonesia, baik melalui surat utang negara (SUN), obligasi korporasi dan di pasar modal.
"Selama dua bulan ini cukup banyak yang mendiskusikan terkait yang dinilai S&P karena setahun terakhir mereka telah mengeluarkan `outlook` dari normal menjadi positif," ujar Agus.
Sebelumnya melalui publikasi S&P, lembaga pemeringkat yang bermarkas di New York, AS, itu menekankan bahwa kinerja instrumen fiskal atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pemerintah belum begitu membaik, baik yang telah berjalan secara rutin maupun secara struktural.
Peringkat yang diberikan ke Indonesia, secara umum karena ditinjau dari pencapaian menengah untuk indikator fiskal dan eksternal, dan pendapatan per kapita yang masih rendah. Namun, di sisi lain kebijakan dan regulasi kelembagaan telah membaik, dan kebijakan moneter yang diambil cukup kredibel.
Oleh karena itu, S&P memberikan peringkat BB+ untuk peringkat surat utang jangka panjang dan B untuk surat utang jangka pendek. Prospek untuk peringkat jangka panjang bagi Indonesia adalah positif.
Pada Mei 2015, S&P telah meningkatkan "outlook rating" Indonesia dari "Stable" menjadi "Positive" sekaligus memberikan peringkat pada level BB+. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Penasihat Senior Presiden Korsel Mengundurkan Diri Masal
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Para penasihat senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, termasuk kepala...