Loading...
DUNIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 11:58 WIB | Kamis, 31 Oktober 2013

Bocah Jadi Ibu, PBB Soroti Kehamilan Masa Remaja

Kehamilan pada masa remaja mengakibatkan dampak negatif pada si gadis seperti kehilangan masa remaja, pendidikan, kesehatan dan hak-hak hidup lainnya. (foto: un.org)

JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Sebuah laporan PBB yang dirilis hari ini (31/10)menyoroti tingginya tingkat kehamilan di usia remaja pada negara berkembang yaitu sekitar 7,3 juta setiap tahunnya.  PBB meminta pemerintah untuk membantu perempuan mencapai potensi mereka melalui pendidikan dan layanan kesehatan yang memadai.

The State of World Population, dibuat oleh Dana Kependudukan PBB (UNFPA) mencatat bahwa dari 7,3 juta kelahiran, dua juta diantaranya adalah untuk gadis yang berusia 14 tahun bahkan ada yang lebih muda. Banyak dari mereka menderita kesehatan jangka panjang serius dan konsekuensi sosial dari kehamilan seperti fistula obstetrik. Diperkirakan 70 ribu remaja di negara berkembang meninggal setiap tahun akibat komplikasi selama masa kehamilan dan persalinan.

“Masyarakat terlalu sering menyalahkan hanya kepada pihak gadis yang hamil saja,” kata Direktur Eksekutif UNFPA Babatunde Osotimehin. “Kenyataannya adalah bahwa kehamilan remaja yang paling sering bukan hasil dari kesengajaan melainkan tidak adanya pilihan dan keadaan yang diluar kendali seorang gadis. Ini adalah konsekuensi dari sedikitnya atau ketiadaan akses ke sekolah, pekerjaan, kualitas informasi dan pelayanan kesehatan.”

Pada laporan PBB dalam “Motherhood in childhood” mengatakan bahwa menghadapi tantangan kehamilan remaja, berusaha untuk menawarkan perspektif baru pada kehamilan remaja, melihat tidak hanya pada perilaku anak perempuan sebagai penyebab kehamilan tetapi juga pada tindakan keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Kehamilan pada usia dini mengorbankan banyak hal seperti kesehatan, pendidikan dan juga hak pada gadis tersebut. Hal ini juga mencegahnya menyadari potensi dirinya dan berdampak negatif terhadap bayi. Perekonomian suatu negara juga dipengaruhi oleh kehamilan remaja yang menyulitkan mereka untuk masuk dalam dunia kerja.

Di Kenya, misalnya, jika 200 ribu ibu remaja tersebut tidak hamil, melainkan bekerja maka, $3,4 juta atau sekitar Rp 37 triliun bisa ditambahkan dalam perekonomian. Demikian pula, jika anak perempuan di Brazil dan India mampu menunggu melahirkan sampai awal umur 20 tahun, maka negara akan memiliki produktivitas ekonomi yang lebih besar atau sama dengan $3,5 miliar (Rp 39 triliun) dan $7,7miliar (Rp 86 triliun).

Laporan ini mencatat bahwa negara tidak hanya harus meningkatkan upaya untuk mencegah kehamilan remaja saja, mereka juga harus berinvestasi lebih banyak pada anak perempuan sebagai masyarakat global yang mengarah pada dua sen dari setiap dolarnya dihabiskan untuk pembangunan internasional untuk remaja perempuan.

Selain dana, laporan itu menekankan bahwa untuk mengatasi kehamilan remaja, negara harus mengadopsi pendekatan holistik yang tidak berkutat pada perubahan perilaku anak perempuan, tapi berusaha untuk mengubah sikap dalam masyarakat sehingga anak perempuan didorong untuk tetap sekolah, melarang pernikahan usia dini, dan tetap memiliki akses untuk mengetahui kesehatan seksual, reproduksi, termasuk kontrasepsi dan ibu-ibu muda memiliki sistem dukungan yang lebih baik.

“Kita harus merenungkan dan mendesak perubahan kebijakan dan norma-norma keluarga, masyarakat, dan pemerintah yang sering membuat seorang gadis tidak punya pilihan selain kehamilan,” kata Mr Osotimehin. “Upaya ini adalah apa yang kita lakukan di UNFPA dan yang akan kita terus lakukan dan merekomendasikan sampai setiap gadis dapat memilih arah hidupnya, masa depannya, dan mencapai potensi terbesarnya.”

Sementara kehamilan remaja merupakan tantangan yang jauh lebih besar di negara-negara berkembang, laporan ini juga menemukan bahwa hal tersebut adalah masalah yang signifikan dalam perkembangannya. Di Amerika Serikat misalnya, hanya sekitar setengah dari perempuan yang hamil saat remaja menyelesaikan pendidikan SMU pada usia 22 tahun, dibandingkan dengan sembilan dari 10 perempuan yang tidak hamil. Hal ini juga merugikan perekonomian secara keseluruhan, dengan hampir $11 miliar (Rp 122 triliun) per tahun yang menghabiskan biaya pembayar pajak di negeri ini. (un.org)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home