Loading...
INSPIRASI
Penulis: Nugroho Edy Prasetyo 07:42 WIB | Kamis, 09 Februari 2017

Budaya Hoaks

Kita tidak mungkin hidup sendiri di dunia ini.
Foto: istimewa

SATUHARAPAN.COM – Hoaks atau berita bohong sedang menjadi tren, tak hanya di tanah air, juga di mancanegara. Ia hadir dengan bebasnya berseliweran di jagat maya lewat media sosial, isinya pun macam-macam. Ada yang mengungkap soal rahasia jabatan, strategi intelijen negara, kehidupan pribadi, ada pula yang membeberkan percakapan yang kemudian menjadi berita heboh karena menyangkut politik, bisnis, perselingkuhan, dan sebagainya.

Dunia lagi ramai soal yang satu ini. Sehari saja tidak ada hoaks yang terunggah, publik mencari-cari dan bertanya-tanya; seperti orang kecanduan kalau belum mendapatkan, penasaran banget rasanya.

Kecanggihan teknologi komunikasi ternyata menurunkan banyak turunan model kreativitas, dari yang simple hingga canggih, dari yang biasa hingga super, dari yang cuma hangat kuku hingga ingar bingar. Namun, yang namanya hoaks memang luar biasa, ia mampu menjebol image pembaca yang mengunduhnya, dari yang semula positif menjadi negatif dan sebaliknya, tergantung konten yang dibacanya, dan selera keberpihakannya.

Masalah yang sesungguhnya bukan terletak pada kecanggihan cara Sang Hackers yang meretasnya, tetapi juga kepiawaiannya membaca pangsa pasar yang dibidik, serta menyangkut tren konten yang diunggah. Sementara yang diserang sibuk pula menangkal berita yang dianggap bohong dengan menangkal dengan berita sebaliknya, sambil menyerang balik pengunggah misterius yang membeberkan aibnya. 

Pengunggah konten mungkin bersorak ketika konten yang dilansir menjadi viral yang hangat dibicarakan publik, tetapi apakah ia juga merasakan penderitaan sosok yang dia dijadikan bulan-bulanan pergunjingan massa ?

Budaya hoaks kian menggejala. Repotnya budaya baru ini sering menabrak etika kesantunan dalam pemberitaan,  mengoyak hubungan baik antarsesama, bahkan mengobrak-abrik tatanan kemasyarakatan yang semula adem ayem, menjadi heboh, resah,  bahkan dapat berubah menjadi kebencian yang berkepanjangan. Jadi, boleh dibilang ini bukan bagian budaya beradab.

Menebar berita tentu tidak salah sepanjang itu dilakukan dengan santun, beritanya benar dengan mengindahkan etika pergaulan, serta tanpa maksud menebar keresahan apalagi kebencian. Ingat kita tidak hidup sendiri di dunia ini, kita masih butuh sahabat, keluarga, saudara, tetangga, dan orang lain! Jangan sampai mereka tersakiti karena ulah konyol sesaat kita, tetapi berdampak panjang.

Mari kita tangkal budaya hoaks!

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home