Loading...
HAM
Penulis: Francisca Christy Rosana 05:50 WIB | Rabu, 04 Februari 2015

Cacatnya Hukuman Mati Level WNA

Warga Inggris terpidana mati kasus narkoba di Indonesia, Lindsay Sandiford, mengaku sangat takut karena aparat Indonesia amat mungkin mengeksekusinya dalam beberapa pekan mendatang. Dia menuding pemerintah Inggris menolak menyediakan atau mendanai pendampingan hukum kepadanya. (Foto: Dok.Satuharapan.com/AFP)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Human Rights Working Group (HRWG) menyatakan hukuman mati adalah hukuman yang sangat berat dan perlu dipertimbangkan seluruh prosesnya, baik proses material maupun formal.

Hukuman mati kata HRWG tak bisa ‘main-main’, prosesnya harus selesai bersih tanpa ada cacat karena menyangkut persoalan nyawa.

Sayangnya, sampai saat ini proses hukuman mati di level Warga Negara Asing (WNA) masih banyak mengalami kecacatan.

Ricky Gunawan, pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Cikini, Jakarta Pusat menjelaskan di level persidangan WBNA, banyak penerjemah yang dinilai asal-asalan, bahkan bukan penerjemah tersumpah.

“Penerjemah sangat penting karena hukum pidana tidak boleh ada yang disangkakan dalam hukum pidana tanpa mengerti dengan jelas apa yang sedang dihadapi. Kalau itu terlanggar, eksekusi itu harusnya batal. Hampir semua kasus yang dihadapi WNA gagal menghadirkan penerjemah yang dimengerti oleh tersangka dan sah secara hukum,” ujarnya.

Selanjutnya yang tak kalah penting adalah pendampingan advokat.

“Pengacaranya salah-salah dan kurang profesional sehingga hal-hal pembelaan bisa tercecer. Pengacara itu asal-asalan karena tidak dibayar,” kata Ricky.

Profesionalitas penegak hukum dinilai Risky seharusnya tidak ‘main-main’. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home