Loading...
INDONESIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 19:48 WIB | Selasa, 26 Juli 2016

Cara KPK Dorong Perbaikan Peradilan: Tangkap Mafia Hukum

Wakil Pemimpin KPK Saut Situmorang (kiri) dan Alexander Marwata (kanan) menunjukan bola sebagai bentuk aksi permainan yang terinsipirasi dari PokemonGo yang dilempar ke boneka Pokemon yang digambarkan sebagai monster mafia hukum dalam aksi yang digelar oleh Koalisi Pemantau Peradilan di gedung KPK. (Foto: Dok. satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong perbaikan lembaga peradilan dengan secara simbolis melempar Pokeball yaitu alat untuk menangkap Pokemon dalam aksi menangkap Mafia Hukum Kelas Monster (Makumon) yang dilakukan Koalisi Pemantau Peradilan.

"Dari Koalisi Pemantau Peradilan telah menyampaikan kepada KPK menyangkut kejadian beberapa kali tertangkapnya pejabat peradilan maupun hakim. Apa yang dilakukan KPK dengan tertangkapnya beberapa panitera dan hakim itu memperkuat sinyalemen masyarakat bahwa memang mafia peradilan itu ada," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung KPK Jakarta, Selasa (26/7).

Terinspirasi dari permainan menangkap monster yang sedang digandrungi, Pokemon Go, Koalisi Pemantau Peradilan membawa boneka Pikachu, salah satu jenis Pokemon dan meminta dua Komisioner KPK yaitu Alexander Marwata dan Saut Situmorang melempar Pokeball ke arah boneka Pikachu yang dijadikan sebagai Makumon.

Lemparan Alexander dan Saut pun mengenai Pikachu tersebut.

"Kita tidak berhenti dengan upaya atau penangkapan tangan tersebut. Tetapi bagaimana kita bisa mendorong reformasi peradilan terutama di Mahkamah Agung," tambah Alexander.

KPK sudah melakukan lima Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap oknum peradilan yaitu pada 12 Februari 2016 terhadap Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Badan Peradilan Umum MA Andri Tristianto Sutrisna yang menerima suap sebesar Rp 400 juta untuk menunda pengiriman salinan putusan Peninjauan Kembali (PK).

Pada 20 April 2016 OTT terhadap panitera/sekretaris PN Jakpus Edy Nasution yang diduga menerima Rp 150 juta terkait pengurusan dua perkara Lippo Group di PN Jakpus. Terkait perkara itu, Sekretaris MA Nurhadi juga dicegah bepergian keluar negeri.

Ketiga pada 23 Mei 2016 OTT terhadap Ketua PN Kepahiang sekaligus hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) Janner Purba, hakim ad hoc PN kota Bengkulu Toton dan panitera PN Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy yang diduga menerima suap terkait kasus tipikor penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD Bengkulu tahun 2011.

Kemudian, keempat 15 Juni 2016, OTT terhadap panitera PN Jakut Rohadi untuk pengurusan perkara perbuatan asusila yang dilakukan oleh Saipul Jamil.

Kelima, OTT terhadap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Muhammad Santosa karena diduga menerima suap terkait pengurusan perkara perdata pada 30 Juni 2016.

"Terkait dengan permasalahan itu,  beberapa waktu yang lalu deputi pencegahan KPK sudah bertemu dengan Mahkamah Agung untuk berbicara mengenai apa yang bisa dilakukan oleh KPK untuk membantu MA dalam memperbaiki sistem peradilan. Itu langkah-langkah yang sudah kita tempuh," ungkap Alexander.

Namun menurut Alex, KPK masih akan terus mendorong MA untuk memperbaiki sisten peradilan, hal itu akan dibicarakan lebih lanjut dengan pimpinan di MA.

Sedangkan Julius Ibarani dari Koalisi, KPK belum dapat menangkap aktor monster mafia hukum.

"Aktor utama mafia hukum sudah pasti berupaya menggagalkan ataupun menghambat upaya reformasi peradilan untuk menjadikan lembaga pengadilan bersih dari korupsi. Kejadian hakim atau pegawai pengadilan yang tertangkap akan berulang karena suap pastinya akan muncul kembali pada masa mendatang,” kata Julius. (Ant)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home