Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 19:32 WIB | Selasa, 26 Juli 2016

Jenis Kekerasan Anak Bergeser Ke Penelantaran

Sejumlah jurnalis perempuan yang tergabung dalam Jaringan Jurnalis Perempuan (JJP) Jawa Tengah menggelar aksi unjuk rasa ketika memperingati Hari Anak Nasional di Semarang, Jateng, Jumat (22/7). Mereka meminta aparat penegak hukum segera menuntaskan sejumlah kasus kekerasan pada anak dan menghukum berat para pelakunya. (Foto: Antara)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Kota Yogyakarta Octo Noor Arafat, mengatakan jenis kekerasan yang dialami anak-anak di Kota Yogyakarta mulai bergeser dari kekerasan fisik dan psikis ke bentuk kekerasan lain yaitu penelantaran.

Menurut dia, kondisi tersebut dapat dipengaruhi berbagai faktor di antaranya lunturnya nilai-nilai kekeluargaan termasuk orang tua yang tidak siap membesarkan dan merawat anak karena terpaksa menikah setelah mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.

"Sejak tahun lalu, jenis kekerasan yang dialami anak-anak di Yogyakarta sudah mulai bergeser dari kekerasan fisik dan psikis ke penelantaran," kata Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Kota Yogyakarta Octo Noor Arafat di Yogyakarta, hari Selasa (26/7).

Ia menyebut, tingkat penelantaran yang dilakukan orang tua cukup beragam, mulai dari tidak memberikan perhatian kepada anak hingga penelantaran dengan kategori yang cukup berat seperti meninggalkan anak.

Orang tua yang melakukan penelantaran terhadap anak, lanjut Octo, dapat diproses secara hukum dengan pasal pidana, namun upaya hukum tersebut seringkali masih terganjal masalah lain yaitu harus didasarkan pada delik aduan.

Oleh karena itu, lanjut Octo, salah satu upaya untuk mengurangi kasus kekerasan terhadap anak dapat dilakukan melalui pembentukan kampung ramah anak (KRA) di wilayah.

"Namun, keberadaan kampung ini harus didasarkan pada inisiatif dan komitmen dari masyarakat. Tanpa itu, maka kampung ramah anak tidak mampu berperan maksimal untuk mendorong pemenuhan hak anak," katanya.

Upaya lain yang akan dilakukan Kota Yogyakarta adalah membentuk satuan tugas Siap Gerak Atasi Kekerasan (Sigrak) yang beranggotakan tokoh masyarakat, wakil pemuda, perempuan dan tokoh agama di tiap-tiap kelurahan.

"Kami sudah memberikan pembekalan kepada anggota satuan tugas ini. Mereka akan segera dikukuhkan," katanya.

Octo berharap, keberadaan Sigrak tersebut akan semakin mendorong partisipasi masyarakat untuk mencegah dan menangani tindak kekerasan terhadap anak yang ada di wilayahnya masing-masing.

Berdasarkan data sejak 2011, jumlah kasus kekerasan anak di Kota Yogyakarta cenderung naik. Pada 2011 tercatat sebanyak 142 kasus, naik menjadi 265 pada 2012, 691 pada 2013, 642 pada 2014 dan 626 pada 2015.

Pada 2015, kasus kekerasan yang dialami anak berusia kurang dari 17 tahun sebanyak 86 kasus dan sisanya dialami anak berusia hingga 18 tahun.

"Diperkirakan, jumlah kasus pada 2016 bisa meningkat lagi karena masyarakat sudah bisa mengadu melalui Sigrak," kata Kepala Seksi Peningkatan Pemberdayaan Perempuan KPMP Kota Yogyakarta Hendro Basuki. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home