Loading...
INSPIRASI
Penulis: Reza Tehusalawany 01:00 WIB | Selasa, 23 Agustus 2016

Catatan Kemerdekaan yang Tertinggal

Sikap merdeka dimulai dari diri sendiri.
Menjadi diri sendiri (foto: Anthony Poynton)

SATUHARAPAN.COM – Hari kemerdekaan telah kita lewati. Beberapa kejadian menarik terjadi menjelang atau pada saat hari kemerdekaan itu. Mulai dari kehebohan status dwikewarganegaraan mantan menteri ESDM, kasus Paskibraka Gloria, hingga medali emas olimpiade yang diraih Indonesia melalui cabang bulutangkis. Campur aduk perasaan saya dengan kejadian-kejadian itu.

Namun, ada tanya yang terus menggelayut dalam pikiran: ”Apakah kita sudah sungguh merdeka?”

Menurut Profesor Drijarkara, kemerdekaan adalah kekuasaan menentukan diri sendiri untuk berbuat atau tidak. Jelas ini tidak berhubungan dengan tindakan sesuka-sukanya. Bagi Soekarno, kemerdekaan adalah jembatan emas. Jembatan emas untuk apa?  Untuk merdeka (memiliki kebebasan) menjalankan urusan politik, ekonomi, dan sosial kita sejalan dengan konsep kita sendiri. Dalam Undang-Undang Dasar:  ”tercapainya masyarakat adil dan makmur”. Intinya, manusialah yang menjadi tujuan kemerdekaan itu. Manusia yang bahagia.

Dalam perjalanan waktu berbagai upaya dilakukan untuk menunjukkan bahwa kita sudah merdeka. Pembangunan dilakukan di seluruh aspek kehidupan dan daerah. Setiap tahun dirilis tingkat pendapatan per kapita negara kita, dan berbagai hal pengukuran untuk membuktikan bahwa kita sudah membangun, bahwa kita sudah merdeka. Tetapi, apakah manusia Indonesia bahagia dengan semua itu?

Manusia yang bahagia itu diukur bukan hanya dari tercapainya kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), namun juga terpenuhinya kebutuhan jiwa atau spiritualnya. Dalam kehidupan bermasyarakat, ada nilai-nilai keutamaan/kebajikan yang dijunjung tinggi bahkan terus diperjuangkan dan dibangun oleh masyarakatnya. Bagaimana realitas hari ini?

Pemerintah saat ini bergiat membangun infrastruktur, yang seharusnya sudah dikerjakan sejak era pemerintah-pemerintah sebelumnya, namun banyak yang terlalaikan. Kerja dan kerja. Tetapi, ketertinggalan kita juga sudah banyak. Pembangunan manusia sepertinya belum bergerak seprogresif pembangunan infrastruktur.

Pembangunan manusia mencakup banyak hal. Dimulai dari pendidikan, kesehatan ibu dan anak, kesehatan pada umumnya, olahraga, seni dan budaya, agama, dan sebagainya. Kebanyakan merupakan bidang yang tak kasat mata, tetapi  dirasakan dan dialami masyarakat dalam kesehariannya. Karena itu, kita perlu mendorong dan mendukung pemerintah secara aktif agar dapat bertindak agresif dan progresif dalam bidang pembangunan manusia.  Tentunya, itu harus dimulai dari diri kita sendiri.

Merdeka!

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home