Loading...
DUNIA
Penulis: Eben E. Siadari 14:48 WIB | Kamis, 06 Agustus 2015

Cerita Pilot Pembawa Bom Atom Hiroshima di Mata Cucunya

Enola gay, pesawat yang membawa dan menjatuhkan bom atom di Hiroshima. (Foto: military.com)

WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM -  Brigadir Jenderal Paul Tibbets adalah cucu dari pilot angkatan udara AS yang membawa dan menjatuhkan bom atom di Hiroshima, Jepang, yang bernama sama, Paul Tibbets. Sebagai cucu, ia membela tindakan kakeknya yang meluluh lantakkan Jepang dan menyebabkan negara Matahari Terbit itu menyerah,  sebagai sebuah langkah taat perintah kepada presiden Amerika Serikat kala itu.

"Kakek saya selalu dengan jelas mengatakan bahwa dia melaksanakan perintah presiden AS dan melakukannya dengan yang terbaik yang ia bisa," kata Tibbets, dalam sebuah wawancara tertulis dengan Kyodo News, yang dikutip kembali oleh military.com.

Kakeknya, Paul Tibbets, menjadi pilot pesawat pembom B-29 yang diberi nama Enola Gay dan menjatuhkan bom atom yang dijuluki Little Boy di Hiroshima pada 6 Agustus 1945.

Menurut dia, kakeknya tahu bahwa misi tersebut "memiliki kemungkinan nyata untuk mengakhiri Perang Dunia II, menyelamatkan sejumlah besar kehidupan di kedua sisi, dan mememberi kesempatan (tentara) Amerika pulang ke keluarga mereka."

Inilah untuk pertama kalinya Tibbets, yang memegang komando kesatuan Bomb Wing ke-509 pada bulan Juni lalu, menjawab pertanyaan dari sebuah organisasi berita Jepang, menjelang peringatan 70 tahun pemboman Hiroshima. Kakeknya ditugaskan ke kesatuan Composite Grup ke-509, sebuah unit pendahulu Bomb Wing ke-509.

Kesatuan Bomb Wing ke-509 ditempatkan di Missouri, bersiaga untuk menggunakan pembom jarak jauh strategis yang memiliki kapasitas untuk membawa hulu ledak nuklir untuk misi serangan di seluruh dunia dengan segera. Ini merupakan bagian dari payung nuklir AS yang diandalkan Jepang.

Tibbets mengatakan bahwa sebelum ia masuk ke Akademi Angkatan Udara AS, kakeknya mengatakan kepadanya bahwa meskipun banyak dari orang-orang yang bekerja dengannya akan mengenalinya sebagai cucu dari Tibbets, ia harus menjadi dirinya sendiri dan tidak harus berada dalam bayang-bayang sang kakek.

"Saya menyimpan nasihat itu di dalam hati dan bekerja keras  untuk menjadi diri saya sendiri. Pada saat yang sama menghormati jasa kakek," kata Tibbets.

Kakeknya menulis dalam memoarnya, "Ini adalah harapan saya bahwa negara saya tidak akan pernah lagi memerintahkan untuk menggunakan kekuatan nuklir."

Menggambarkan kakeknya sebagai "visioner" yang "memahami pentingnya pencegahan strategis dalam dunia yang kompleks," Tibbets mengatakan, "melalui penangkal nuklir yang aman dan efektif, kita telah menghindari pekerjaan yang sebenarnya dari senjata ini sejak tahun 1945."

Dia menambahkan bahwa misinya adalah mendukung kemampuan Amerika Serikat untuk "mempertahankan bomber yang kredibel dan kuat yang meningkatkan dan menyediakan stabilitas dan keamanan" AS serta sekutunya, termasuk Jepang.

Adapun mengenai hubungan AS dengan Jepang, Tibbets mengatakan, "Saya berterima kasih atas hubungan yang kuat antara AS dan Jepang. Kita adalah dua negara yang mendedikasikan diri untuk meyakinkan orang-orang kita untuk memiliki kemerdekaan untuk hidup di tempat yang aman dengan banyak kesempatan untuk mencapai impian mereka."

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home