Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 23:18 WIB | Minggu, 28 Juni 2015

“Dana Aspirasi Zalim dan Tidak Wajar, Harus Ditolak”

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Depok dan Malang, Hasyim Muzadi di kantor ICIS Jalan Prapanca, Jakarta, Rabu (3/12/14) akan mengelar gerakan 300 ulama anti terorisme bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), pada 6-8 Desember 2014, di Pesantren Al Hikam, Depok. (Foto: dok. satuharapan.com)

JAWA BARAT, SATUHARAPAN.COM – Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Depok dan Malang Hasyim Muzadi mengatakan Usulan Praogram Pembangunan Daerah Pemilihan atau yang lebih dikenal dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar per anggota DPR setiap tahun harus ditolak. Karena tidak dinilai tidak wajar.

"UP2DP seperti itu harus ditolak. Ini merupakan kezaliman karena melampaui kewajaran," kata KHA Hasyim Muzadi kepada pers di Depok, Jawa Barat, Minggu (28/6).

Menurut Hasyim Muzadi, para anggota legislatif sudah mendapatkan gaji. Sehingga, seharunya yang harus dikoreksi adalah bagaimana para wakil rakyat di Gedung Parlemen Senayan menjalankan amanat rakyat dengan baik atau belum agar gajinya halal.

"Lalu bagaimana mungkin mereka meminta lagi UP2DP yang jumlahnya melampaui kewajaran, sehingga harus dipertanyakan aspirasi mana lagi yang mereka maksudkan itu," kata dia.

Hasyim Muzadi mengemukakan, secara moral UP2DP sangat tidak pantas ada karena rakyat masih banyak yang mengalami "paceklik" dan kurang makan, sementara dana tersebut berasal dari rakyat yang miskin tersebut.

"Sah secara undang-undang, belum tentu sah secara moral atau sah dari tinjauan agama," kata mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.

Lebih lanjut, Hasyim Muzadi mengajak para anggota DPR melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya demi kepentingan rakyat tanpa berpikir harus mendapatkan imbalan lebih, apalagi yang di luar kewajaran.

Bola di Pemerintah

Sementara, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat di MPR Khatibul Umam Wiranu yakin UP2DP tidak akan disalahgunakan oleh anggota DPR untuk kepentingan kampanye.

"UP2DP tidak diterima langsung oleh anggota DPR tetapi ke pemerintah daerah," kata usai menjadi pembicara pada seminar nasional bertema Kajian Penataan Sistem Ketatanegaraan: Perubahan UUD NRI Tahun 1945,‎ di Purwokerto, Jawa Tengah, Minggu (28/6).

Menurut dia, DPR lewat sidang paripurna menyetujui UP2DP. Namun sampai saat ini sikap pemerintah belum jelas karena masih menunggu keputusan Menteri Keuangan. Namun bola pada akhirnya, kata Khotibul, ada di tangan Presiden.

‎"Kita tunggu saja bagaimana keputusan Presiden," ujar Khatibul.

Menurut dia, UP2DP itu diperuntukkan untuk membangun daerah di dapil, bukan ke tangan anggota DPR. "Anggota DPR hanya berkewajiban menerima proposal dan pihak yang setuju juga bukan anggota DPR tetapi pihak pemerintah daerah dalam hal ini kabupaten. Istilahnya memberikan rekomendasi," ucap politisi Partai Demokrat itu.

Dia juga menegaskan, pihaknya lebih menyetujui dengan UP2DP ketimbang dana bantuan parpol yang pertanggungjawabannya sangat sulit. "Kalau UP2DP ada auditornya. Semuanya jelas dan diawasi. Berbeda dengan dana parpol yang memang rawan disalahgunakan," tutur Khotibul. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home