Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 21:00 WIB | Rabu, 11 November 2015

Darmin Kritik Pemerintahan SBY Abaikan Pembangunan Infrastruktur

Darmin Nasution (Foto: Dok. satuharapan.com/Antara)

DEPOK, SATUHARAPAN.COM - Menko Perekonomian, Darmin Nasution, secara halus mengkritik pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang mengabaikan pembangunan infrastruktur selama masa pemerintahannya, pada saat perekonomian justru mengalami booming.

Darmin juga menyebut pemerintahan SBY terlalu membanggakan defisit anggaran yang kecil, yang menyebabkan belanja pembangunan menjadi rendah.

“Saya ingat pemerintahan SBY, itu ada suatu sebuah kebanggaan di pemerintahan, di pemerintah tertinggi kalau defisitnya kecil. Kalau bisa harus balance. Itu artinya tahu apa? Belanjanya tidak banyak, terutama belanja modal. Yang namanya infrastruktur itu belanja modal sehingga pembangunan infrastruktur kita memang lemah,” kata Darmin dalam kuliah umum di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Depok, pada hari Senin (9/11).

“Saudara-saudara sekalian, kita malah salah satu juga - selain industri - yang tidak berhasil kita bangun setelah krisis 1998 itu infrastruktur. Penyebabnya banyak, macam-macam tapi kalau disederhanakan tidak lebih - dari barangkali - satu adalah persoalan perizinan dan pertanahan. Kedua, kita mempunyai pemerintahan yang begitu tinggi menilai defisit di APBN itu harus kecil, kalau bisa seimbang. Ya tidak bisa disalahkan, itu namanya pilihan politik. Tapi akibatnya apa? Kita itu adalah suatu negara yang seringnya tidak cukup membiayai investasi yang dibutuhkan,” kata dia menambahkan.

Menurut dia, pasca krisis global 2008, Amerika Serikat mengguyur perekonomiannya dengan likuiditas. Di saat itu Indonesia merupakan negara yang menjadi pilihan AS.

“Nah pada waktu dia kemudian mendorong tingkat bunga mendekati nol dan dia melakukan reklasasi besar-besaran di dalam perekonomiannya. Dunia global, saya pada waktu itu Gubernur Bank Sentral, saya menyaksikan betapa gelombang dana itu datang dari menit ke menit. Dan Amerika sebenarnya tahu itu bahwa kalau dia guyur ekonominya dengan likuiditas tidak mungkin bertahan di Amerika, likuiditas itu pasti pergi mencari tempat-tempat di mana return lebih menarik. Dan paling menarik pasti negara energi di antaranya Indonesia.”

“Dan pada waktu itu kita malah sibuk mencoba mencari bagaimana caranya supaya yang masuk itu yang kualitasnya lebih baiklah, jangan yang murni spekulan. Sayangnya waktu itu juga kita baru mendekati investment grade. Belum investment grade. Kalau sudah investment grade biasanya standar yang masuk sudah bisa lebih tinggi,” katanya.

Lebih lanjut, Darmin menilai Indonesia dapat mengatasi pelemahan rupiah yang terkenan dengan meningkatkan sektor infrastruktur dan industri. Namun upaya itu belum maksimal dilakukan karena perekonomian dunia yang sedang melambat.

“Nah, semua ini kalau digabung itulah yang kita hadapi beberapa tahun terakhir ini. Suatu perekonomian dunia yang melambat, ekonomi kita juga melambat. Kita lemah di infrastruktur, lemah juga di industri. … Bahwa negara yang industrinya lemah pada waktu terjadi gejolak seperti dewasa ini kita tidak mampu memanfaatkan pelemahan rupiah yang tertekan. Sebetulnya seharusnya pertambangan bisa, sayangnya sejak 2012 terutama super siklus itu berbalik,” kata Darmin.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home