Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 22:51 WIB | Kamis, 09 Juni 2016

Derita Asma, Damayanti Minta Pindah Rumah Tahanan

Damayanti Wisnu Putranti usai sidang pembacaan dakwaan, hari Rabu (8/6) malam. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mantan Anggota Komisi V DPR RI, Damayanti Wisnu Putranti memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta untuk dipindahkan dari rumah tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Rutan Polres Metro Jakarta Selatan karena mengidap penyakit asma.


"Saya memohon untuk dipindah ke Rutan Polres Metro Jakarta Selatan yang lebih banyak oksigen, saya menderita asma," kata Damayanti dalam sidang perdana pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK di PN Tipikor, Jakarta, hari Rabu (9/6) malam.

Damayanti menyebut rutan KPK berpendingin udara (AC) 24 jam non stop, sehingga membuat penyakit asmanya sering kambuh.

"Saya sering anfal (kambuh). Asma ini merupakan penyakit turunan, saya derita sejak masih gadis," kata dia, seperti dilansir dari Antara.

Ketua Majelis Hakim, Sumpeno, akan mendiskusikan permintaan itu dengan anggotanya. Dia mengatakan Damayanti harus menyerahkan surat rujukan dari dokter rutan KPK yang menyatakan kebenaran pernyataannya.

Selain itu, Damayanti juga memohon izin untuk kontrol kesehatan di dokter paru-paru Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto pada hari Jumat (10/6).

"Asma saya sudah ditangani dokter KPK, lalu dirujuk ke dokter paru-paru di RSPAD," ujar Damayanti.

Menanggapi permohonannya itu, KPK menyerahkan keputusannya kepada hakim.

“Surat permohonan Damayanti sudah diterima, tapi itu tergantung penetapan hakim, karena sudah masuk persidangan. Kewenangan ada di pengadilan,” kata Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak, hari Kamis (9/6) malam, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan H.R Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Mantan Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan itu menjadi terdakwa kasus korupsi proyek Kementerian PUPR tahun anggaran 2016.

Damayanti didakwa menerima suap senilai miliaran rupiah dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir, dalam sidang perdana pembacaan dakwaan.

Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Iskandar Marwanto, mengatakan hadiah atau janji tersebut diketahui atau patut diduga diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu terkait jabatan Damayanti.

Politisi PDI Perjuangan tersebut didakwa melakukan perbuatan tersebut bersama-sama dengan dua orang stafnya, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini, serta Budi Supriyanto yang juga merupakan mantan Anggota Komisi V DPR RI.

Sidang Damayanti akan dilanjutkan pada hari Rabu (15/6) dengan agenda pemeriksaan saksi.

Atas perbuatannya, Damayanti didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Dibalik Kasus Suap Damayanti cs

Pemberian uang suap dari Abdul adalah terkait usulan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu, sekaligus menggerakkan Budi untuk mengusulkan rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di Maluku.

Kedua proyek diharapkan dapat masuk dalam RAPBN Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016 dan nantinya dikerjakan oleh PT Windhu Tunggal Utama.

Proyek pembangunan jalan yang diusulkan Damayanti (pelebaran Jalan Tehoru-Laimu) senilai Rp 41 miliar. Sementara, proyek yang diusulkan Budi (rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu) senilai Rp 50 miliar.

Usulan proyek diinisiasi oleh Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara, Amran Hi Mustary.

Amran menyatakan adanya komisi sebesar enam persen dari nilai besaran program pembangunan yang akan diberikan kepada masing-masing anggota DPR yang mengusulkan program tersebut sebagai program aspirasi.

Damayanti didakwa menerima hadiah berupa uang sejumlah SGD 328.000 (setara Rp 3,1 miliar), Rp 1 miliar dalam dolar Amerika Serikat, dan SGD 404.000 (setara Rp 4 miliar) dari Abdul yang diberikan secara terpisah.

Berdasarkan surat dakwaan, pada 25 November 2015, Abdul Khoir memerintahkan stafnya untuk menyiapkan uang senilai SGD 328.000. Selanjutnya, Abdul Khoir menyerahkan uang tersebut kepada Damayanti, Dessy, dan Julia di Restoran Meradelima, Kebayoran, Jakarta Selatan.

Uang tersebut kemudian dibagi-bagi dengan rincian SGD 245.700 (Rp 2,4 miliar) untuk Damayanti serta untuk Julia dan Dessy masing-masing sebesar SGD 41.150 (Rp 404 juta).

Selanjutnya, Abdul Khoir memerintahkan stafnya memberikan Rp 1 miliar kepada Damayanti untuk memenuhi permintaan uang dalam rangka keperluan pemilu kepala daerah di Jawa Tengah.

Pihak yang terlibat antara lain Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi untuk Pilkada Kota Semarang dan pasangan calon bupati Kendal Widya Kandi Susanti dan Gus Hilmi untuk Pilkada Kabupaten Kendal.

Kemudian pada tanggal 7 Januari 2016, di Foodcourt Pasaraya Blok M, Jakarta Selatan, Abdul Khoir menyerahkan uang sebesar SGD 404.000 (Rp 3,9 miliar) kepada Dessy dan Julia sebagai upah komitmen program aspirasi milik Budi Supriyanto.

Atas perbuatannya, Damayanti didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. 

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home