Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 05:37 WIB | Senin, 06 Mei 2013

Dietrich Bonhoeffer: Pilihan dan Tanggung Jawab

SATUHARAPAN.COM - ”Saat Kristus me­manggil seseorang, Ia memanggilnya untuk datang dan mati.” Inilah catatan Dietrich Bonhoeffer enam tahun sebelum kematiannya di tiang gantungan, 9 April 1945.

Bonhoeffer sungguh tahu apa artinya mengikut Kristus. Baginya kekristenan tidak boleh hanya menjadi teori intelektual, doktrin yang tidak membumi atau perasaan yang bersifat mistis. Di mata teolog Jerman ini, kekristenan harus selalu menjadi tindakan yang bertanggung jawab dan taat, pemuridan yang mengikuti Kristus dalam tiap situasi dari hidup keseharian konkret, baik bersifat pribadi maupun umum. Dan pemahaman itulah yang mem­bawanya ke penjara dan kematian di bawah pemerintahan Nazi.

Bagi Bonhoeffer, seorang Kristen harus menerima tanggung jawabnya sebagai warga dunia ini, tempat Allah telah menaruhnya. Seorang Kristen tidak boleh melarikan diri dari dunia ini. Dan itulah yang dilakukannya.

Ketika Bonhoeffer berada di Amerika Serikat, para koleganya mendesaknya untuk tetap tinggal dan memakai bakatnya sebagai cendekia­wan dan pengajar. Tetapi, dengan tegas ia menolak tawaran tersebut. Ia naik salah satu kapal terakhir untuk kembali ke Jerman untuk mati di sana.

Seorang perwira Inggris, yang ditahan bersamanya, melukiskan: ”Ia baru saja mengakhiri doa terakhirnya saat pintu dibuka dan dua orang sipil masuk. Mereka berkata, ‘Tahanan Bonhoeffer, ikut kami.’ Hal itu hanya punya satu arti bagi semua tahanan—tiang gantungan. Kami mengucapkan selamat jalan kepadanya. Ia membawa saya ke samping. Inilah akhirnya, tetapi bagi saya ini merupakan permulaan hidup.” Hari berikutnya ia digantung di Flossenburg.

Kematian bagi Bonhoeffer hanyalah permulaan hidup. Sejatinya, dia hanya mengikuti jejak Tuhannya. Bonhoeffer juga tahu, karena menderita bersama Kristus, dia akan bersama dengan-Nya dalam kemuliaan.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home