Loading...
SAINS
Penulis: Melki Pangaribuan 19:43 WIB | Senin, 19 September 2016

Empat Provinsi Masih Uji Coba Sistem Full Day School

Presiden Jokowi mengatakan penanaman nilai etika, budi pekerti, dan kerja keras menjadi alasan untuk menguji sistem ini.
Full Day School Bikin Pusing. (Karikaturis: Pramono Pramoedjo)

PONOROGO, SATUHARAPAN.COM - Menanggapi keresahan masyarakat terkait implementasi full day school yang akan diterapkan oleh pemerintah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa konsep tersebut masih dalam tahap uji coba.

"Ini masih akan dimatangkan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi masih dicoba, tidak semuanya. Masih dicoba di satu, dua, tiga, empat provinsi terlebih dahulu, terutama yang berada di kota dan untuk sekolah yang siap," kata Presiden Jokowi di Lapangan Kantor Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo, hari Senin (19/9).

Presiden Jokowi mengatakan penanaman nilai etika, budi pekerti, dan kerja keras menjadi alasan untuk menguji sistem ini.

"Kita ingin pendidikan etika kita, pendidikan budi pekerti, sopan santun, karakter kerja keras, karakter optimis itu ada di anak-anak kita, itu penting sekali terutama untuk pendidikan dasar," kata Presiden.

Ketika memberikan sambutan pada Peringatan 90 Tahun Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Presiden mengatakan telah menginstruksikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) agar pendidikan etika, budi pekerti, dan sopan santun diberikan porsi yang lebih dalam kurikulum pendidikan SD dan SMP.

"Kemarin sudah disampaikan wacana full day school yang akan dicoba di beberapa provinsi untuk menanamkan nilai-nilai itu. Tanpa nilai-nilai tersebut identitas kita akan hilang. Padahal waktu saya bicara dengan kepala pemerintah lain mereka sangat memuji Indonesia yang tetap kokoh meskipun kita berbeda-beda," kata Jokowi.

Resahkan Masyarakat

Sebelumnya Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pendidikan menilai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy mengubah paradigmanya tentang pendidikan dengan mengeluarkan wacana kebijakan yang meresahkan bagi masyarakat.

“Bagaimana mau melaksanakan Full Day School bila fasilitas pendidikan di banyak sekolah tidak memadai. Full Day School bukan jawaban untuk mengatasi persoalan pendidikan di Indonesia,” kata Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jakarta Pusat, hari Kamis (18/8).

Retno menambahkan apa yang diwacanakan Menteri Muhadjir tentang konsep Full Day School di Eropa tidak sama dengan di Indonesia. Sekolah di Eropa meski jam belajarnya sampai sore hari, namun jam belajarnya diatur dengan baik, istirahat sekolahnya saja bisa sampai lima kali.

Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pendidikan juga menolak adanya budaya kekerasan yang ada di dunia pendidikan dan juga akses pendidikan bagi semua orang. Pernyataan Menteri “yang miskin saja harus gratis, yang kaya harus bayar” dinilai diskriminatif dan rentan menciptakan sekat-sekat ekonomi di antara kalangan peserta didik.

Menteri Muhadjir diminta untuk memahami, bahwa pendidikan merupakan hak dasar yang wajib diakses oleh setiap orang, terlepas apapun status sosialnya, karena itu diatur dalam amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Mengenai kekerasan Retno mengatakan bahwa ketika kekerasan itu berulang kali terjadi dan guru-guru mencontohkan bagaimana melakukan kekerasan, maka guru tidak akan pernah mampu menangani anak-anak.

“Kekerasan itu seharusnya tidak ada di dalam pendidikan. Kekerasan dalam segala bentuk dan dengan tujuan apapun, termasuk mendisiplinkan anak, itu tidak bisa dilakukan,” ujar Retno menutup pernyataannya.

Pernyataan sikap menolak segala bentuk wacana kebijakan tentang Full Day School, kekerasan dan akses pendidikan yang disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pendidikan dihadiri oleh Guru Besar Universitas Indonesia, Prof. Kamanto Sunarto, orang tua murid Yeni Sahnaz, sukarelawan pengajar, Fidella, dan LBH Jakarta Alldo Fellix Januardy.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home