Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 16:47 WIB | Rabu, 20 Januari 2016

Empat Provinsi Satu Suara Protes RUU Minuman Beralkohol

Suasana Rapat Dengar Pendapat Rancangan Undang-undang Minuman Beralkohol di Gedung Nusantara II DPR/MPR, Senayan, Jakarta Selatan, hari Rabu (20/1). (Foto: Diah A.R)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Empat Provinsi yang terdiri dari Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DKI Jakarta satu suara memprotes Rancangan Undang-undang Minuman Beralkohol (Minol) karena dinilai tidak konsisten.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) RUU Minol yang diselenggarakan oleh Panitia Khusus RUU Minol di Gedung Nusantara II Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta Selatan tersebut tidak semua gubernur yang diundang datang. Masing-masing provinsi diwakili oleh kepala dinas, sekretaris daerah atau wakil gubernur.

Salah satu perwakilan dari Jawa Barat mengatakan tata bahasa dari draft RUU Minol ini harus diperbaiki karena menjadi bias dan menyarankan minuman keras oplosan juga turut masuk dalam draft RUU Minol.

“Nah kalau dimungkinkan ada masukkan juga tentang minuman oplosan. Mungkin nanti definisi tata bahasa bisa disesuaikan,” kata dia.

Kemudian perwakilan dari Jawa Tengah menyarankan Pansus RUU Minol harus mendefinisikan standar operasional prosedur (SOP) dan sanksi untuk pasal yang menyatakan harus ada pengendalian produksi, distribusi dan konsumsi.

Usulan tersebut ia kemukakan mengingat masih ada di beberapa wilayah Jawa Tengah yang memproduksi minuman beralkohol dengan proses fermentasi khusus seperti ciu.

“Di Jawa Tengah masih ada (minol) yang tidak campuran, tidak oplosan tapi yang namanya ciu itu khas di sana dan proses implementasinya khusus dan kadar alkoholnya tinggi. Masyarakat sana juga masih banyak konsumsi (ciu). Oleh karena itu apabila kita inginnya melakukan pengendalian barangkali harus disepakati SOP dan sanksi yang harus dilakukan di kabupaten kota,” kata dia.

Protes keras juga datang dari perwakilan Gubernur Jawa Timur yang mempertanyakan keseriusan anggota pansus dalam merumuskan UU Minol tersebut. Menurut dia, jika ada pelarangan maka seharusnya tidak ada toleransi dari pelarangan tersebut.

“Ada bab larangan sendiri yang menyatakan bahwa kita dilarang memproduksi. Jadi artinya sudah tertutup minol itu tidak boleh. Tapi di pasal delapan, itu dibuka lagi. Sehingga kesannya ini adalah pasal karet. Ini percuma adanya undang-undang ini. Itu sebetulnya bertentangan dengan judul. Kalau di judul jangan pakai larangan kalau di dalamnya masih pakai pengaturan,” kata dia.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat yang juga hadir dalam kesempatan tersebut menyarankan agar Pansus mengkaji ulang undang-undang tersebut agar menjadi payung hukum yang kuat.

“Sebagai payung nasional, judul yang paling baik adalah RUU tentang minol. Di situlah diatur bagaimana produksi distribusi dan penggunaannya. Sama dengan Undang-undang Tipikor. Undang-undang ini berfungsi untuk memayungi semua produk-produk hukum yang dikeluarkan oleh perda. Kedua, ketika mau mengatur undang-undang tersebut supaya tidak tumpang tindih perlu dirinci lagi,” kata dia.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home