Film Seputih Cinta Melati, Ketika Bocah Menyentuh Hati Penjahat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Konsisten di isu anak-anak, Alenia Pictures kembali memproduksi film “Seputih Cinta Melati”. Selama 107 menit film berkisah tentang dua orang anak kecil kakak beradik yang secara tidak sengaja berteman dengan dua orang narapidana yang kabur dari penjara.
Film ke enam garapan Ari Sihasale (producer & director) dan Nia Zulkarnaen (executive producer) ini memang berbeda dari film-film sebelumnya, di mana kali ini bertema religi. Film dengan setting (lokasi) cerita di daerah pedalaman desa Ciwidey, Bandung, Jawa Barat selama satu bulan syuting ini akan dirilis pada tanggal 24 Juli 2014.
“Cerita film memang sengaja dibuat pas sekali dengan current moment, ada pemilu, puasa dan lebaran, dan juga kejahatan terhadap anak yang sering dikabarkan. Pesan-pesan tersebut yang dimasukan dalam film,” ujar Ari Sihasale, akrab disapa Ale usai acara press screening film Seputih Cinta Melati di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/7).
“Film ini bercerita bagaimana kepolosan anak-anak bisa mengubah sifat-sifat yang tidak baik dari orang dewasa. Lewat film ini, kita belajar tentang ketulusan hati, tidak berprasangkan buruk kepada sesama. Film ini juga sebagai hadiah lebaran untuk semua,” kata Nia menambahkan.
Pemeran dalam film ini antara lain Naomi Ivo (sebagai Melati), Fatih Unru (sebagai Rian, kakak Melati), Chicco Jerikho (sebagai Ivan), Asrul Dahlan (sebagai Erik), Sabai Morscheck (sebagai Ibu Andini), Argo “AA Jimmy” (sebagai Asep), dan Yayu Unru (sebagai Pak Haji).
Ivan dan Erik adalah narapidana yang kabur dari penjara. Untuk menghindari kejaran polisi, mereka lari ke hutan dan bersembunyi di sebuah pondok tua dekat aliran sungai. Suatu ketika Rian dan Melati hendak memancing ikan tidak jauh dari pondok tersebut, tetapi kaki Melati terjepit. Melihat anak perempuan yang terjepit kakinya itu, Ivan merasa kasihan, kemudian menolongnya.
Sejak kejadian itu, Melati dan Rian yang merasa berterima kasih kepada Ivan atas pertolongannya menjadi sering bermain ke pondok tua tempat persembunyian Ivan dan Erik. Rian kemudian mengajari Erik cara memancing, sedangkan Melati mengajari Ivan menghafal ayat suci Al-Quran. Mereka kemudian menjadi teman dan semakin memiliki ikatan batin satu sama lain, tanpa mengetahui bahwa kedua orang dewasa yang anak-anak itu temui adalah penjahat.
Pak Haji digambarkan sebagai peran kocak, ribet dengan jemuran talinya yang selalu gagal ia dirikan. Pertama kali jemuran yang susah payah ia kaitkan di antara dia batang kayu roboh, beserta dua baju gamis yang selesai ia cuci raib. Ternyata dicuri oleh Ivan dan Erik, yang kemudian mengenakan baju gamis itu selama masa persembunyiannya.
Sedangkan Asep adalah tim sukses salah satu caleg nomor empat bernama Abdi, yang selalu sibuk berpromosi dengan bagi-bagi kaos bergambar caleg dan menempelkan foto caleg itu di tembok rumah-rumah warga desa, sementara foto kedua buronan polisi itu justru ditimpanya. Hal yang menggelitik dari tokoh Asep ini, ternyata foto caleg yang ia promosikan, tidak lain adalah foto Ari Sihasale, produser film ini.
Ivan yang sebelumnya telah tersentuh dengan ayat suci yang dibacakan Melati, mulai mengambil Wudhu dan beribadah Salat. Sedangkan Erik yang biasanya gagal memancing ikan, akhirnya berhasil. Bahkan mereka berdua telah menjalankan ibadah puasa.
Lantaran semakin merasa dekat dengan Melati, Ivan membuatkan ayunan di pohon dekat pondok. Kemudian di hari terakhir puasa, sebagai rasa terima kasihnya karena dibuatkan ayunan, Rian dan Melati membawakan berbagai macam makanan untuk berbuka puasa bersama di pondok, setelah diberi izin dari Ibu Andini.
Ibu Andini yang telah mendengar kabar ada penjahat kabur dari penjara dan lari ke sekitar hutan menjadi semakin khawatir begitu menyadari anak-anaknya belum juga pulang setelah waktu berbuka puasa. Wanita single parent itu berlari ke hutan sambil meneriakkan nama anak-anaknya, Rian dan Melati.
Kisah berakhir mengharukan saat pengepungan kedua penjahat itu oleh para polisi, Rian dan Melati justru berlari menghampiri Ivan dan Erik, di mana Rian memeluk Erik, dan Melati memeluk Ivan. Sambil menangis dipelukan kedua penjahat, kedua bocah polos itu malah mengatakan kepada polisi, “Jangan tembak Om Ivan dan Om Erik, mereka orang baik.”
Ibu Andini yang awalnya ketakutan terhadap penjahat itu, namun begitu melihat sikap anak-anaknya, tak ayal iapun meneteskan air mata melihat peristiwa tersebut. Dua orang jahat yang tadinya ia sangka akan menyakiti anaknya, ternyata justru membalas pelukan kedua anaknya, bahkan golok di tangan Erik pun dijatuhkannya.
Dua tahun kemudian Ivan dan Erik bebas dari penjara. Kisah tersebut berakhir mengharukan saat Ivan dan Erik yang keduanya berbaju koko bertemu kembali dengan Rian, Melati dan Ibu Andini, bahkan polisi yang dulu mengejarnya saat pelarian. Di hari Idul Fitri itu, mereka semua akhirnya Salat Ied bersama di sebuah Masjid.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bangladesh Minta Interpol Bantu Tangkap Mantan PM Sheikh Has...
DHAKA, SATUHARAPAN.COM-Sebuah pengadilan khusus di Bangladesh pada hari Selasa (12/11) meminta organ...