Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 12:17 WIB | Kamis, 08 September 2016

Gereja Desak PBB Redakan Ketakutan Rakyat Sudan Selatan

Ilustrasi: Sejumlah perempuan Sudan Selatan berjalan di tenda pengungsian milik Perserikatan Bangsa-bangsa di Malakal, Sudan Selatan pada 12 Januari 2014. (Foto: AFP/Simon Maina)

JUBA, SATUHARAPAN.COM – Persekutuan Gereja-gereja Sudan Selatan (South Sudan Council of Churches (SSCC) berpesan kepada delegasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar rakyat Sudan Selatan saat ini dibebaskan dari ketakutan dan tidak aman.

“Kami mohon dibebaskan dari perasaan takut, trauma karena rakyat merasa tidak aman,” menurut pernyataan resmi SSCC, seperti diberitakan di situs Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches/WCC), oikoumene.org, hari Rabu (7/9).

Dalam pernyataan resmi tersebut organisasi resmi gereja di Sudan Selatan tersebut mengkhawatirkan bila perang tidak berakhir, rakyat Sudan Selatan mengalami krisis iman, percaya diri dan tidak berpengharapan.

SSCC mendesak Sudan Selatan harus dibantu baik secara politik dan ekonomi. Menurut oikoumene.org, pertempuran di ibu kota Sudan Selatan, Juba memaksa ribuan orang mengungsi, dan saat ini banyak orang yang mengungsi di gereja, masjid, sekolah, dan beberapa kamp yang didirikan PBB.

“Situs perlindungan PBB diisi lebih dari 35.000 orang," menurut pernyataan resmi SSCC.

Sudan Selatan dalam keadaan menderita, karena saat ini rakyat Sudan Selatan mengalami kesulitan mencari asupan makanan. Situasi ini mendesak, menurut berita terbaru dari para pemimpin gereja di Sudan Selatan.

Di gereja-gereja Katolik diperkirakan ada 16.000 pengungsi dan lebih dari 6.000 orang mengungsi di sejumlah gereja Protestan di Juba.  

Menurut keterangan Kepala Eksekutif Program WCC untuk Sudan Selatan, Nigussu Legesse pada 14 Juli lalu mengatakan Sudan Selatan dilanda konflik sejak meraih kemerdekaan dari negara tetangganya, Sudan, pada bulan Juli 2011 setelah lebih dari 20 tahun perang saudara.

Menurut Legesse hingga 2016 korban jiwa dari konflik kedua negara mencapai lebih dari 2,5 juta orang yang meninggal dunia.

“Walau saat ini terjadi kondisi gencatan senjata, namun masih ada rasa takut yang dirasakan masyarakat, dan orang tidak merasa aman. Masyarakat yang kehilangan kepercayaan akan keluar dari tempat penampungan. Semua pemimpin gereja di Sudan Selatan memberi dukungan solidaritas kemanusiaan sebagai prioritas utama,” kata Legesse.

Dia menambahkan Sudan Selatan berada di ambang kehancuran ekonomi karena saat ini pegawai negeri tidak digaji, dan di negara lain terjadi penutupan Kedutaan Besar Sudan Selatan.

“Selain itu, harga barang dan makanan mengalami lonjakan,” kata dia. 

Legesse menyarankan para pemimpin gereja agar sesegera mungkin mengatur prioritas dalam pertemuan. “Mereka percaya advokasi untuk perdamaian dan rekonsiliasi harus terus dilakukan,” kata Legesse.

Pada 16 Juli, WCC dan Dewan Gereja Sudan Selatan mengundang gereja-gereja anggota dan semua orang yang berkehendak baik di seluruh dunia untuk berdoa bagi Sudan Selatan.

“Saya berterima kasih kepada semua orang yang memberikan dukungan tanpa ragu kepada rakyat Sudan Selatan,” kata Legesse. (oikoumene.org)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home