Loading...
RELIGI
Penulis: Francisca Christy Rosana 15:20 WIB | Selasa, 30 Desember 2014

Gereja Kristen Jawa Bambu Angkat Nilai Lokal

Gereja Kristen Jawa Bambu Angkat Nilai Lokal
Gereja Kristen Jawa Bambu di Demakan Baru, Tegalrejo, Yogyakarta mengangkat nilai lokal. Gereja ini dibangun dengan arsitektur tradisional oleh masyarakat pribumi asli sejak 1986. (Foto-foto: Francisca Christy Rosana).
Gereja Kristen Jawa Bambu Angkat Nilai Lokal
GKJ Bambu tampak samping.
Gereja Kristen Jawa Bambu Angkat Nilai Lokal
Tulisan di atas altar beraksara Jawa diambil dari kitab Yohanes 15:16 "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu," dalam bahasa Jwa "Dudu Kowe kang milih aku, nanging Aku kang milihi kowe."
Gereja Kristen Jawa Bambu Angkat Nilai Lokal
Seorang pengunjung berdoa di depan altar.
Gereja Kristen Jawa Bambu Angkat Nilai Lokal
Papan wilayah terbuat dari kayu.
Gereja Kristen Jawa Bambu Angkat Nilai Lokal
Gereja jemaat terbuat dari bambu.
Gereja Kristen Jawa Bambu Angkat Nilai Lokal
Ruang majelis juga terbuat dari bambu.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gereja dengan konsep unik memang tersebar di beberapa lokasi di Yogyakarta. Di Demakan Baru, Tegalrejo, Yogyakarta terdapat Gereja Kristen Jawa (GKJ) yang mengangkat nilai lokal, yakni GKJ Bambu. Gereja ini mengangkat arsitektur tradisional yang dibangun oleh masyarakat pribumi  sejak 1986.

Bangunan dengan bahan-bahan alami seperti bambu, anyaman, kayu kelapa, dan batu nampak bersahaja dan menampilkan fenomena yang menarik.

Gereja ini menjadi bagian dari klasis Selatan GKJ di Yogyakarta, memiliki jemaat sejumlah 150 orang dan dipimpin oleh Vikaris Agus Prasetyo.

Widodo, koster Gereja Bambu yang ditemui satuharapan.com pada Selasa (30/12) siang mengaku gereja dibangun dari iuran jemaat.

“Dibangunnya gereja bambu ini dulu karena dananya kurang dan jemaat di sini memilih bahan yang antik namun terjangkau sehingga dipilih lah bahan bambu sebagai bahan pembangun gereja,” kata Widodo.

Namun, seiring perjalanannya Widodo mengaku cukup sulit merawat gereja yang hampir seluruhnya dibangun dari bambu ini.

“Merawatnya sulit. Sekarang sudah sulit mencari bahan-bahan ini kalau di ada bagian yang rusak,” kata dia.

Diakui Widodo, gereja ini tidak mengalami perubahan yang signifikan, tidak ada perubahan, hanya perbaikan di beberapa tempat.

Seringkali warga asing datang untuk melihat keunikan bangunan ini.

“Gereja ini sudah dikenal hingga mancanegara,” kata dia.

Pengunjung yang ingin ibadah di GKJ Bambu ini diimbau Widodo untuk datang pada Minggu pagi pukul 8.30 WIB karena ibadah dilangsungkan dalam bahasa Jawa.

“Kalau Minggu sore pukul 18.00 WIB bahasa Indonesia, tidak terasa unsur Jawanya,” ujar Widodo.

Izin Belum Keluar

Sementara itu, di tengah kesahajaannya berdiri selama hampir 29 tahun, Gereja Bambu ternyata harus meghadapi persoalan cukup pelik. Diakui Widodo, gereja ini belum mendapat izin resmi dari pemerintah.

“Persoalan ini cukup menghambat. Gereja ini diakui oleh pemerintah, tapi izinnya belum keluar. Tanahnya sudah punya gereja sendiri,” ujarnya.

Gereja yang didirikan oleh penduduk setempat bernama Sujadi ini beberapa kali memang menimbulkan kontradiksi.

“Dulu sewaktu gereja didirikan dengan bangunan setengah permanen, banyak orang-orang demo. Namun kami menanggapinya secara biasa karena pro kontra itu biasa. Nanti kalau izinnya keluar, mungkin ada rencana  dibangun menjadi gereja permanen,” kata dia. 

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home