Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 18:58 WIB | Rabu, 21 Oktober 2015

Gerindra: Jangan Komentar Saja, Tinjau Perber 2 Menteri

Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Fary Djemy Francis. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pembakaran salah satu gereja di Desa Desa Suka Makmur, hari Selasa (13/10), meperpanjang daftar kasus intoleransi beragama di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Karena sebelumnya, pada pertengahan bulan Agustus 2015, kejadian serupa terjadi, di mana rumah ibadah milik Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) di Desa Madumpang menjadi korban tindak anarki warga.

Menurut masyarakat, dua gereja tersebut merupakan contoh rumah ibadah yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB), sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama (Perber) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah. Sehingga harus ditertibkan.

Karena Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dinilai lambat mengambil sikap untuk menertibkan gereja-gereja yang di wilayah itu, akhirnya masyarakat memutuskan untuk membakar gereja tersebut.

Menanggapi peristiwa tersebut, Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Fary Djemy Francis, mengatakan pemerintah pusat meninjau kembali Perber 2 Menteri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Menurut dia, pemerintah seharusnya bisa melindungi dan memfasilitasi seluruh umat beragama beribadah di tempatnya masing-masing, sebagaimana amanat Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

“Amanat UUD 1945, umat beragama harus difasilitasi dan dilindungi untuk beribadah di tempatnya masing-masing. Pemerintah jangan hanya berkomentar saja,” ucap Fary kepada satuharapan.com, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hari Selasa (20/10).

Menurut dia, seluruh rumah ibadah harus bisa berdiri di seluruh wilayah Republik Indonesia, tanpa memandang agama mayoritas dan minoritas yang mendiami wilayah tersebut. Pemerintah tidak boleh membiarkan umat beragama merasa terancam menjalankan ibadah, hingga akhirnya rumah ibadahnya dibakar, seperti yang terjadi di Kabupaten Aceh Singkil.

“Seluruh agama yang diakui negara harus difasilitasi rumah ibadah oleh negara. Jangan bisa di sini agama mayoritasnya apa, di sana agama minoritasnya apa, negara harus menjamin kebebasan beragama masyarakatnya,” ucap sosok yang merupakan anggota majelis Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) itu.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home