Loading...
BUDAYA
Penulis: Francisca Christy Rosana 13:53 WIB | Rabu, 24 Desember 2014

Hanung Bramantyo: Tiga Hal Penting Mengemas Karakter Film

Hanung Bramantyo bersama Zaskia Adya Mecca saat ditemui satuharapan.com di Plaza Senayan pada Senin (22/12). (Foto: Francisca Christy Rosana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mengemas karakter film agar disukai banyak penonton menurut sutradara Hanung Bramantyo setidaknya perlu dilakukan beberapa hal penting.

“Pertama kita membuat film harus ada inovasi dan penemuan baru, kedua harus ada sesuatu yang ulet dan ada ketekunan untuk menggalinya. Dua hal ini harus menjadi dasar. Yang ketiga interdisipliner, yakni film maker tak hanya tahu tentang film namun juga tahu tentang sosial, politik, psikologi, filsafat, agama meskipun tidak mendalam,” kata Hanung kepada satuharapan.com pada Senin (22/12) malam di Plaza Senayan, Jakarta.

Tiga hal inilah yang membuat kita karakter dan cerita menjadi tidak ‘kering’.

Sementara Hanung mengaku karakter film yang disukai oleh masyarakat Indonesia adalah karakter film yang unik, yang bagus, dan inovatif.

“Jadi bagaimana kita bisa menampilkan sesuatu yang baru di dalam film itu, itu pasti akan disukai. Ada kebaruan,” ujar dia.

Kecenderungan Film Adaptasi Novel

Menanggapi kecenderungan film di Indonesia yang belakangan ini banyak diadaptasi dari novel, Hanung memandang hal itu sebagai fenomena yang positif. Menurutnya, pengangkatan film dari adaptasi novel bukan berarti sedang terjadi krisis penulis skenario.

“Novel itu tidak kemudian langsung diadaptasi langsung diangkat jadi film. Itu harus diolah oleh penulis skenario dulu. Itu juga tantangan tersendiri,” kata Hanung.

Kecenderungan film maker mengangkat film dari novel menurut Hanung disebabkan oleh target pasar.

“Setidaknya kalau memakai novel yang sudah laku dan best seller, kami  punya tabungan penonton,” kata dia.

Menurut Hanung, novel juga menjadi salah satu medium yang cukup efektif untuk bisa mendapatkan ide.

“Sumber ide itu banyak. Ada novel, ada lagu, ada cerpen, ada pengalaman pribadi, ada blog, dan ada banyak lagi. Novel adalah salah satu sumber ide,” ujar Hanung.

Kecenderungan ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Di Hollywood, kondisi perfilmannya pun seperti itu.

Namun, bukan berarti film yang tidak diadaptasi dari novel diabaikan. Menurut Hanung banyak film yang tidak diadaptasi dari novel diproduksi menjadi suguhan seni yang apik.

“Seperti film 7/24 garapan Fajar Nugros tidak diadaptasi dari novel, Pendekar Tongkat Emas tidak diadaptasi dari novel, dan Hijab, film saya juga tidak diadaptasi dari novel. Tidak semuanya film yang diadaptasi dari novel itu menuai sukses,” kata Hanung.

Suksesnya sebuah film menurut Hanung tergantung bagaimana sutradara tersebut mengemas film menjadi tontonan yang menarik.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home