Loading...
SAINS
Penulis: Equivalent Pangasi 15:57 WIB | Jumat, 21 Maret 2014

Hari Air Dunia Diperingati dengan Berbagai Kegiatan

Hari Air Dunia Diperingati dengan Berbagai Kegiatan
Para perempuan bahu-membahu mengangkat wadah yang diisi air di Chidyamanga, sebuah desa di bagian selatan Malawi. (Foto: ACT Alliance/Paul Jeffrey)
Hari Air Dunia Diperingati dengan Berbagai Kegiatan
UN-Water kini menyediakan panduan advokasi mengenai Hari Air Dunia dalam bahasa Inggris dan dapat diunduh secara gratis. (Foto: unwater.org)

TOKYO, SATUHARAPAN.COM – Seluruh dunia memperingati Hari Air Dunia setiap tanggal 22 Maret dengan berbagai perayaan, renungan, diskusi, atau acara lainnya.

Pada hari ini, Jumat (21/3), peringatan Hari Air Dunia yang digagas UN-Water dilaksanakan di Tokyo, Jepang. Peringatan tersebut berisi sejumlah kegiatan seperti diskusi, debat, peluncuran World Water Development Report secara resmi, pemberian penghargaan Water for Life Awards, dan berbagai kegiatan lainnya.

Selain itu, UN-Water juga telah meluncurkan The World Water Day 2014: Advocacy Guide on Water and Energy (Panduan Advokasi untuk Air dan Energi) yang dapat diunduh dalam bahasa Inggris.

Panduan itu bertujuan untuk memperkenalkan informasi penting yang relevan pada tema besar Hari Air Dunia 2014 dan untuk menyebarkan informasi mengenai rangkaian kegiatan, upaya, acara terkait Hari Air Dunia 2014. 

Dewan Gereja Dunia

Sementara itu, Dewan Gereja Dunia (DGD) turut memperingati Hari Air Dunia dengan mencanangkan “Tujuh Pekan untuk Air”, yaitu kampanye yang mengajak gereja-gereja dan setiap orang di seluruh dunia berpartisipasi dalam “peziaran menuju keadilan air”.

Renungan dengan tema sesuai kampanye dibagikan setiap minggunya sejak 3 Maret dan akan terus berlanjut selama masa Prapaskah untuk meningkatkan kesadaran mengenai akses universal pada air dan sanitasi. Renungan alkitabiah itu dibagikan melalui situs www.oikoumene.org/7-weeks-for-water, beserta dengan tautan berisi penafsiran serta gagasan aktivitas.

Kampanye Tujuh Pekan untuk Air itu diluncurkan oleh Jaringan Air Ekumenis (EWN) DGD. Sejak 2008, kampanye tersebut terus berusaha untuk menimbulkan kesadaran masyarakat pada isu air selama peringatan Hari Air Dunia, setiap 22 Maret, yang juga jatuh pada masa Prapaskah di banyak kalender gereja.

Para kontributor renungan tahun ini adalah para teolog-ekologi dan para pemimpin gereja, di antaranya Dr George Zachariah dari Mar Thoma Church di India, Uskup Dr Heinrich Bedford-Strohm dari Evangelical Lutheran Church di Bavaria, Jerman, Dr Guillermo Kerber, eksekutif program DGD untuk Kepedulian pada Ciptaan dan Keadilan Iklim, serta Rev Dr Stephen Larson dari Evangelical Lutheran Church di Jenewa, Swiss.

Dinesh Suna, koordinator EWN mengatakan tema kampanye tahun ini diinspirasi oleh Sidang Raya ke-10 DGD di Busan, Republik Korea, akhir tahun 2013.

“Kami berniat melangkah bersama. Tertantang oleh pengalaman kami di Busan, kini kami menantang semua orang yang memiliki niat baik untuk ikut memakai karunia yang diberikan Tuhan dalam aksi transformatif. Kami mengajak Anda semua untuk bergabung bersama kami dalam peziarahan. Kiranya gereja menjadi komunitas pemulihan dan kasih sayang, dan kiranya kita menyemai Kabar Baik sehingga keadilan akan bertumbuh dan damai kasih Tuhan tinggal di dunia,” demikian pesan yang dibacakan dari DGD.

Suna mengatakan renungan tahun ini memusatkan perhatian pada ketidakadilan yang dilakukan terhadap sepertiga populasi dunia yang kehilangan akses kepada air dan sanitasi.

“Kami telah melangkah jauh dalam peziarahan kita menuju keadilan air. Setelah sekian tahun dalam pergumulan, pada 2010 Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyatakan air dan sanitasi adalah hak asasi manusia,” ungkap Suna.

“Saat ini, implementasi hak-hak ini di tingkat nasional menjadi fokus – sehingga hak-hak tersebut dapat menjadi kenyataan bagi mereka yang masih terampas haknya, dan ini adalah panggilan untuk mengambil tindakan bagi gereja-gereja,” ia menambahkan.

Dr George Zachariah pada renungan pekan pertama kampanye menghubungkan tema peziarahan menuju keadilan air dengan kenyataan-kenyataan sosial.

“Kelangsungan hidup sangat bergantung pada kesediaan air bersih. Namun ketika pasar memaksa mengkonversi air menjadi ‘emas biru’, maka air yang memberi kehidupan kini menjadi komoditas, menyangkal aksesibilitasnya terhadap kelompok ciptaan, membuat rasa haus menjadi realitas abadi,” demikian disampaikan Zachariah.

Ia menekankan bahwa dengan globalisasi, air telah menjadi suatu komoditas dengan label harga, dan sumber daya alam seperti danau dan sungai telah dilelang untuk perusahaan multinasional.

“Ini adalah konteks yang mendesak gereja dan komunitas untuk memulai peziarahan baru menuju keadilan air,” Zachariah mengatakan. (oikumene.org) 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home