Loading...
INSPIRASI
Penulis: Suyito Basuki 01:00 WIB | Kamis, 05 Juni 2014

Hidup Saling Menghargai

Rukun (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Setelah berita perayaan Paskah Adiyuswa GKJ yang sedianya akan diadakan Puslatpur Paliyan Wonosari Gunung Kidul Yogyakarta tanggal 31 Mei 2014 nyaris tidak terlaksana karena penolakan ormas intoleran, menyusullah berita kecut perusakan gereja di Gunung Kidul oleh warga dan ormas ekstrem, serta penganiayaan sekelompok umat Katolik di Sleman yang sedang melakukan ibadah doa oleh sekelompok orang bersenjata. Kejadian-kejadian ini kemudian menimbulkan opini bahwa Yogyakarta tidak lagi menjadi daerah yang toleran.

Menjelang pilpres 9 Juli nanti—yang diharapkan dapat melahirkan pemimpin dan pemerintahan baru yang lebih mengedepankan demokrasi dan pelaksanaan HAM secara lebih konsekuen—peristiwa penganiayaan dengan dalih agama tersebut sangat memprihatinkan. Peristiwa itu kembali melukai rasa kedamaian dan keadilan yang didamba masyarakat luas.

Hal ini memperlihatkan adanya kekurangpahaman sekelompok masyarakat mengenai HAM. Pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diterima dan diumumkan Majelis Umum PBB tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 (III) tertulis: ”Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaann dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.”

Bagaimana orang dapat saling menghargai hak dan kebebasan orang lain dalam beragama dan mengekspresikannya dalam berkegiatan secara personal maupun komunal tampaknya harus diupayakan terus-menerus. Pemilahan dikotomis antara mayoritas dan minoritas—yang melahirkan pandangan bahwa kepentingan mayoritas harus didahulukan dan diutamakan, sementara pihak minoritas mendapat perlakuan seadanya dalam banyak hal—sangat tidak menghargai harkat dan martabat kemanusiaan.

Jika peristiwa pemaksaan kehendak, penganiayaan, dan kekerasan terus berlangsung, apa jadinya Indonesia kita ini? Bukankah pluralisme agama merupakan keniscayaan dalam kehidupan berbangsa kita?

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home