Loading...
HAM
Penulis: Ignatius Dwiana 20:20 WIB | Rabu, 22 Januari 2014

HRW: Kondisi HAM di Indonesia Buruk, Hak Minoritas dan Perempuan Merosot

Direktur HRW Australia Elaine Pearson dan Peneliti HRW Andreas Harsono. (Foto: Ignatius Dwiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Human Rights Watch (HRW) menyebutkan dalam Laporan Dunia di Jakarta pada Rabu (22/1) bahwa perempuan Indonesia dan minoritas agama menghadapi peningkatan diskriminasi pada 2013. Hal itu diakibatkan kegagalan pemerintah dalam menegakkan perlindungan hak asasi manusia.

Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus kembali menegakkan hukum yang melindungi kebebasan beragama. Indonesia harus mengubah atau menghapus ratusan peraturan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok minoritas agama. Pemerintah juga harus melepaskan puluhan tahanan politik yang dipenjara karena menyatakan pendapat. Tahanan politik itu sebagian besar dari Papua dan Maluku.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dianggap hanya berbicara, dan tidak ada tindakan ketika menghadapi pejabat pemerintah dan kelompok-kelompok militan yang berniat membatasi hak-hak perempuan dan kaum minoritas agama.

Sebuah organisasi massa militan Islam sering mengancam atau menyerang kelompok minoritas agama dengan impunitas. Namun, Menteri Dalam Negeri Indonesia Gamawan Fauzi memuji organisasi tersebut sebagai potensi aset nasional pada 25 Oktober lalu.

HRW juga mengutip laporan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan daerah meloloskan 60 peraturan diskriminatif baru pada 2013, menambah jumlah 282 peraturan yang sudah ada di buku-buku. Itu termasuk pula 79 kebijakan lokal yang memerintahkan perempuan untuk berkerudung. Pada bulan Agustus, HM Rasyid, kepala pendidikan di kabupaten di Sumatera Selatan, mengajukan usulan anak perempuan SMA wajib menjalani tes keperawanan. Tes itu untuk mengatasi masalah seks pranikah dan prostitusi. Rasyid bersikeras usulannya telah salah dikutip, tetapi tes serupa juga diusulkan di Jawa Timur.

Sementara kondisi di Papua masih terbatas untuk wartawan asing. Organisasi Papua Merdeka (OPM) meskipun kecil dan kurang terorganisir terus melanjutkan pemberontakan bersenjata. TNI terus melakukan pelanggaran dengan penggunaan senjata yang berlebihan dan kadang-kadang kekerasan terhadap para pejuang kemerdekaan Papua yang melakukan aksi damai.

Pada Juli 2013, parlemen mengesahkan Undang-Undang Organisasi Massa. Undang-Undang itu menetapkan pembatasan yang tidak perlu dan berat pada kegiatan LSM. Undang-undang itu juga mewajibkan organisasi untuk menghormati Ketuhanan Yang Maha Esa, tanpa memandang orientasi agama.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home