Loading...
DUNIA
Penulis: Eben E. Siadari 15:07 WIB | Selasa, 16 Agustus 2016

HUT Ke-71 Kemerdekaan:Australia masih Salah Paham tentang RI

Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull dengan Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke pasar tekstil di Jakarta pada bulan November 2015 (Foto: Sydney Morning Herald)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Di usia kemerdekaan yang kini memasuki 71 tahun, bagaimana negara tetangga, seperti Australia memandang Indonesia?

Sebuah survei yang dilakukan dibawah penyeliaan The Australia-Indonesia Centre yang berbasis di Monash University,  menghasilkan beberapa kesimpulan yang mengejutkan. Rakyat Australia dan Indonesia, menurut survei itu, memiliki kesenjangan pandangan yang cukup signifikan. Jika rakyat Indonesia umumnya memandang positif Australia, sebaliknya, dalam porsi yang besar, rakyat Australia yang memandang negatif Indonesia.

Menurut survei, yang dilansir dari Sydney Morning Herald, hampir setengah dari 2.000 responden Australia yang disurvei memandang Indonesia kurang baik, yang mengindikasikan perlunya membangun hubungan yang lebih dekat di antara kedua negara. Meskipun politisi kedua negara selalu mengatakan hubungan kedua negara dekat, survei ini dengan  jelas menunjukkan ada perbedaan cara pandang di kedua negara.

Survei ini menemukan bahwa rakyat Indonesia memandang Australia sangat positif, kendati ada beberapa persepsi negatif tentang wisatawan Australia di Bali. Dikatakan, 87 persen responden Indonesia yang diwawancarai berpandangan sangat positif tentang Australia. Lebih jauh, lebih dari 80 persen orang Indonesia memandang Australia adalah negara yang makmur, progresif, indah, berpendidikan tinggi dan bersih, dengan ekonomi yang kuat.

Mereka memuji sistem pendidikan Australia. Australia juga dipandang negara penghasil produk berkualitas tinggi, seperti daging sapi, susu dan gandum.

Sebaliknya, dalam jumlah yang cukup besar -- 47 persen dari warga Australia yang disurvei -- memandang Indonesia dengan persepsi kurang baik. Lebih dari setengah menganggap Indonesia negara yang kurang aman dan tidak bersih. Survei ini juga mengungkapkan kesalahpahaman orang Australia yang signifikan: seperti kurangnya pemahaman tentang sifat Islam di Indonesia - dan "kurangnya jernihnya pengetahuan dasar tentang Indonesia".

Survei itu mengatakan bahwa yang muncul dalam pikiran warga Australia tentang Indonesia cenderung berkisar di seputar isu-isu Indonesia yang diliput oleh  media selama beberapa dekade terakhir. Isu-isu yang dominan itu di antaranya orang-orang dalam perahu, terorisme, eksekusi hukuman mati dan perdagangan ternak hidup.

"Liputan media yang cenderung negatif (tanpa penyeimbang) berarti di Asutralia, Indoensia dipandang sebagai wilayah yang keras," tulis laporan yang disiapkan oleh kelompok riset EY Sweeny itu.

"Penelitian ini menunjukkan kesenjangan yang harus diatasi dalam membangun hubungan yang lebih dekat antara kedua negara signifikan - terutama dari sisi Australia," tulis laporan tersebut

Direktur Australia-Indonesia Center, Paul Ramadge, berpendapat survei ini menunjukkan perlunya dari sisi Australia untuk belajar lebih banyak tentang Indonesia.

"Keinginan untuk terlibat dan mengharuskan pemerintah berbuat lebih banyak untuk memperkuat hubungan adalah beberapa hal yang diperoleh melalui survei ini, yang merupakan hal positif," kata dia.

Lebih dari setengah orang Australia yang disurvei setuju bahwa kedua negara harus mencoba untuk aktif memperkuat hubungan, 39 persen mengatakan mereka ingin belajar lebih banyak tentang Indonesia, dan 43 persen berpendapat pendidikan dasar tentang Indonesia harus ditingkatkan di sekolah-sekolah Australia.

Profesor Melbourne University, Tim Lindsey, mengatakan, bahwa saat ini lebih sedikit orang Australia yang mempelajari Indonesia  ketimbang 40 tahun yang lalu.

 "Sejumlah besar universitas sekarang menghapus pengajaran bahasa Indonesia, dan kini sudah tercapai keadaan dimana  lebih banyak universitas di Jerman mengajarkan tentang Indonesia daripada di Australia," kata dia kepada ABC, Mei lalu.

Kendati banyak temuan yang mengejutkan dan cenderung menyisakan pekerjaan rumah bagi kedua negara, survei ini juga memberikan sejumlah kabar baik. Di antaranya adalah bahwa mayoritas responden setuju bahwa kedua negara adalah mitra dagang yang penting satu sama lain. Orang Australia juga sepakat bahwa perdagangan yang terus bertumbuh adalah cara efektif untuk meningkatkan hubungan kedua negara.

"Temuan ini menyarankan bahwa saatnya bagi warga Australia untuk meninjau kembali Indonesia dan untuk memikirkan kembali peluang akan kesadaran budaya bersama, program pendidikan dan pertukaran pelajar seperti New Colombo Plan, kemitraan bisnis dan perjalanan dua arah di luar Bali dan destinasi tradisionil turis Australia," tulis  Marc L'Huillier, peneliti utama yang menyiapkan laporan tersebut.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home