Loading...
DUNIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 11:49 WIB | Rabu, 18 Juni 2014

Irak Tuduh Arab Saudi Danai Pemberontakan

Warga suku Syiah Irak memegang peluncur granat roket saat mereka berkumpul menunjukkan kesiapan mereka untuk bergabung dengan pasukan keamanan Irak pada 16 Juni 2014. (Foto: alarabiya.net/AFP)

BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM - Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki menuduh Arab Saudi atas meluasnya pemberontakan bersenjata yang dipimpin oleh gerilyawan Islam dan pasukan suku di negaranya. 

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan kantor Maliki menuduh Arab Saudi "memihak terorisme," dan "kami sangat mengutuk sikap itu." 
 
"Kami tekankan (Arab Saudi) yang bertanggung jawab atas dukungan finansial dan moral pada kelompok-kelompok itu. Pemerintah Saudi harus bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris," tambah pernyataan tersebut. 
 
Sementara wartawan Saudi dan komentator politik Jamal Khashoggi merespon tuduhan Perdana Menteri Irak itu dengan mengatakan "(Maliki) putus asa hingga mengekspor krisis ke dunia luar." 
 
"Maliki adalah orang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Dia adalah orang yang mendorong orang-orang Sunni merangkul militan Islam," kata Khashoggi. 
 
"ISIS tidak pernah menjadi pilihan bagi masyarakat Mosul dan Anbar, tetapi apa yang dilakukan Maliki yaitu eksklusifitas dan marjinalisasi terhadap kekuatan politik Sunni moderat beradu dengan proses demokratisasi yang mendorong orang menjadi ekstrimis," tambahnya. 
 
Pernyataan itu muncul hanya beberapa hari setelah Riyadh menyalahkan "kebijakan marginalisasi dan sektarianisme" Maliki hingga menyulut kerusuhan yang melanda negara itu.
 
Kerusuhan "tidak mungkin terjadi jika bukan karena kebijakan sektarian dan eksklusif yang diterapkan di Irak selama beberapa tahun terakhir yang mengancam stabilitas dan kedaulatan," kata pemerintah Saudi dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (16/6). 
 
Riyadh juga menyerukan "pembentukan pemerintah persatuan nasional sesegera mungkin untuk memulihkan keamanan dan stabilitas dan menghindari kebijakan yang dibangun di atas dasar agama dan sektarian (provokasi) yang sudah dipraktekkan di Irak." 
 
Kerajaan juga menolak "campur tangan asing dalam urusan internal" di Irak, menekankan perlunya "menjaga kedaulatan, persatuan dan integritas teritorial" negara. 
 
Seorang pejabat senior Irak mengatakan kepada The Guardian pada hari Sabtu bahwa Iran mengirimkan 2.000 tentara ke Irak guna membantu menghadapi pemberontak yang berusaha merebut kendali kota-kota besar di negara ini. 
 
Sekitar 1.500 pasukan basiji menyeberangi perbatasan ke Khanaqin, sebuah kota di provinsi Diyala pusat pada hari Jumat, sementara 500 lainnya masuk wilayah Badra Jassan di provinsi Wasat semalam, menurut pejabat itu. 
 
Mayor Jenderal Qassem Suleimani, kepala Pasukan Quds elit Pengawal Revolusi Iran, dilaporkan telah tiba ke Baghdad untuk mengawasi operasi pertahanan di ibukota. 
 
Presiden Iran Hassan Rouhani mengumumkan hari Sabtu bahwa negaranya siap untuk membantu Irak melawan Negara al-Qaeda yang menginspirasi Negara Islam Irak dan Suriah (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS), sebuah kelompok jihad ekstremis Sunni yang mengendalikan kota-kota besar di negara ini. 
 
Selain itu, Rouhani menyatakan bahwa ia akan bergabung dengan musuh jangka panjangnya, AS untuk mengalahkan militan ISIS dan warga lokal bersenjata yang menyerang kelompok warga lainnya. 
 
Namun Pentagon mengatakan tidak akan mengkoordinasikan tindakan militer mungkin dengan Teheran. 
 
"Sama sekali tidak ada niat dan tidak ada rencana untuk mengkoordinasikan aktivitas militer antara Amerika Serikat dan Iran ... tidak ada rencana untuk memiliki konsultasi dengan Iran tentang kegiatan militer di Irak," kata juru bicara Pentagon Laksamana John Kirby.
 
Sebuah kapal perang AS memasuki Teluk pada Senin membawa ratusan marinir dan pesawat Osprey untuk melindungi warga Amerika yang di Irak, kata Pentagon. (alarabiya.net/AFP)

BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home