Istana Bantah Tak Ada Senjata Diselundupkan Pesawat Presiden
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Istana Kepresidenan melalui Staf Khusus Presiden, Johan Budi memastikan tidak ada senjata ilegal diselundupkan dengan menggunakan pesawat kepresidenan.
"Saya hanya memastikan bahwa tidak ada senjata yang dibeli itu melalui atau dibawa melalui pesawat kepresidenan," kata Johan Budi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, hari Selasa (12/7).
Johan sekaligus memastikan bahwa senjata ilegal yang dibeli anggota Pasukan Pengamanan Presiden dan Wakil Presiden (Paspampres) tidak dibawa ke Indonesia melalui pesawat kepresidenan.
Menurut Johan, senjata yang dimaksud itu dibeli oleh oknum Paspampres pada 28 September 2015 di Amerika Serikat sesuai kesaksian oknum tersebut dalam persidangan.
"Nah saya bisa pastikan bahwa tanggal 28 September tidak ada pesawat kepresidenan yang ke sana. Presiden tidak ada acara kunjungan ke Amerika pada 28 September, itu clear," katanya.
Jadi, ia menegaskan tidak ada pesawat kepresidenan yang terbang ke AS pada tanggal tersebut sehingga asumsi bahwa pembelian tersebut dilakukan murni oleh oknum bukan institusi.
"Sama sekali tidak ada kaitannya dengan Paspampres dalam konteks institusi," katanya.
Ia menambahkan, saat ini sudah diterapkan hukuman terhadap oknum yang membeli senjata tersebut.
Persoalan tersebut telah disampaikan kepada Panglima TNI, termasuk Danpaspampres yang menjabat ketika itu.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan anggota Paspampres tidak pernah menggunakan senjata ilegal dalam melakukan tugasnya mengamankan kepala negara.
"Paspampres tidak pernah menggunakan senjata ilegal, karena Satuan Paspampres mempunyai senjata yang terbaik di antara semua satuan yang ada," kata Wapres Jusuf Kalla di Jakarta, hari Selasa.
Terkait dengan pengakuan salah seorang serdadu Amerika Serikat bahwa anggota Paspampres RI membeli senjata ilegal, Wapres mengatakan kasus tersebut telah ditangani oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI sehingga saat ini pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan tersebut.
"Saya yakin Paspampres itu kalau untuk personaliti justru untuk meningkatkan kemampuannya, (jadi) mungkin dipakai latihan. Tapi kalau untuk tugas, itu pasti senjata terbaik di antara semua satuan yang ada," jelasnya.
Sementara itu, Wapres mengatakan pembelian senjata di Amerika Serikat sudah menjadi hal lumrah, sehingga dugaan kasus pembelian senjata ilegal merupakan hal biasa di sana.
"Dan kalau dari segi jumlah, kalau melihat kasusnya tujuh itu, (nilainya) tidak lebih dari Rp 50 juta. Tapi bahwa itu persoalan Amerika, mau orang Amerika jual ke Indonesia kan itu urusan mereka," katanya.
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyatakan Komandan Paspampres akan memberikan sanksi kepada anak buahnya terkait dengan pembelian senjata dari Amerika Serikat.
"Sanksinya administrasi terkait tindakan pelanggaran disiplin," kata Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Ia menyebutkan kasus itu terjadinya pada saat Danpaspampres lama yakni Mayjen TNI Andika Perkasa, sementara sanksi akan diberikan oleh Danpaspampres baru Brigjen Bambang Suswantono.
"Yang akan memberikan sanksi Danpaspampres baru atau ankum (atasan yang berhak menghukum, red)," katanya.
Ia menyebutkan atasan langsung mereka tidak mengetahui pembelian senjata itu.
"Kalau atasan tahu, saya yang salah," katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, dirinya memerintahkan untuk dilakukan penyidikan dan empat bulan lalu sudah dilakukan penyidikan dan setelah selesai senjata disita.
Menurut dia, hingga saat ini pelaku masih menjadi anggota Paspampres, tinggal menunggu keputusan dari Danpampres.
"Mereka ada yang perwira menengah, ada perwira pertama. Nanti saya cek ke Puspom karena yang diperiksa kan banyak, saya tidak bisa sebutkan kasihan kalau tidak benar-benar bersalah," ujar Gatot. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Sri Mulyani Klarifikasi Alasannya Kerap Bungkam dari Wartawa...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan penjelasan ter...