Jadi Sasaran Sanksi China, Pejabat AS Merasa Tersanjung
China jatuhkan sanksi pada tiga pejabat AS dan Kanada sebagai balasan sanksi AS dan Barat atas Muslim Uighur.
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Seorang anggota Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF), mengatakan dia merasa "tersanjung" menjadi sasaran sanksi oleh pemerintah China, terkait perlakuan Beijing terhadap Muslim Uighur, yang digambarkan Washington sebagai genosida.
AS pada hari Sabtu (27/3) mengecam sanksi oleh China terhadap dua orang Amerika dan seorang anggota parlemen Kanada. Ini sebagai balasan atas sanksi yang diberlakukan oleh AS, Uni Eropa, Inggris dan Kanada pekan lalu atas pelanggaran hak-hak orang Uighur dan etnis minoritas lainnya di wilayah Xinjiang.
Beijing memberi sanksi kepada ketua dan wakil ketua USCIRF, Gayle Manchin dan Tony Perkins, melarang mereka memasuki daratan China, Hong Kong dan Makau. Juga melarang warga dan institusi China untuk melakukan bisnis atau melakukan pertukaran apa pun dengan mereka.
"Saya merasa tersanjung diakui oleh Komunis China, karena menyerukan kejahatan genosida terhadap agama dan etnis minoritas di negara itu," kata Manchin kepada Reuters dalam sebuah pernyataan hari Sabtu malam.
"Meskipun saya tidak punya rencana untuk bepergian ke China musim panas ini, saya tidak akan berhenti berbicara ketika pelanggaran berat terhadap kebebasan beragama sedang terjadi seperti di China," kata Manchin.
Satu Juta Muslim Uighur di dalam Kamp
USCIRF tahun lalu merekomendasikan agar pemerintah AS dan mitranya memberikan sanksi kepada China atas pelanggaran di Xinjiang. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan sanksi pemerintah China menyebabkan lebih banyak pengawasan internasional terhadap "genosida yang sedang berlangsung dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Xinjiang".
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan di CNN pada hari Minggu (28/3), Blinken mengatakan dia melihat aspek "semakin bermusuhan" dalam hubungan AS dengan China.
Aktivis dan pakar hak asasi PBB mengatakan setidaknya satu juta Muslim telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang. Mereka, dan beberapa politisi Barat, menuduh China menggunakan penyiksaan, kerja paksa, dan sterilisasi. China telah berulang kali membantah semua tuduhan pelecehan dan mengatakan kamp-kampnya menawarkan pelatihan kejuruan yang diperlukan untuk melawan ekstremisme.
Anggota parlemen oposisi Kanada, Michael Chong, yang juga menjadi sasaran sanksi China, mengatakan dia akan mengenakan sanksi Beijing sebagai lencana kehormatan.
Perserikatan Bangsa-bangsa sedang mengadakan "negosiasi serius" dengan China untuk akses tanpa batas ke wilayah Xinjiang untuk memverifikasi laporan penganiayaan, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan dalam wawancara dengan CBC yang disiarkan pada hari Minggu. Namun, para pembela hak telah menyatakan skeptisisme tentang prospek akses tidak terbatas ke wilayah tersebut. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
GKI Sinwil Jabar Harapkan Pilkada Asyik dan Penting
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sinode Wilayah Jawa Barat berkomitmen mewu...