Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 19:32 WIB | Selasa, 20 September 2016

Jokowi Belum Amendemen Periode Tax Amnesty

Pramono mengatakan ketiga periode yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak itu telah memberikan kemudahan kepada peserta program tax amnesty.
Pengusaha nasional Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto (kanan) menunjukkan tanda terima surat pelaporan harta usai melaporkan harta kekayaannya di Kantor Wilayah (Kanwil) Pajak Besar IV Sudirman, Jakarta, Kamis (15/9). Tommy yang saat ini memiliki bisnis properti dengan nama PT Kencana Graha Optima, serta memiliki PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk yang didirikan sejak 1984, mendaftarkan diri sebagai peserta program pengampunan pajak (tax amnesty). (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, memastikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai dengan hari Selasa (20/9) sore belum memutuskan untuk mengamendemen atau merubah waktu periode pemberlakuan program tax amnesty (pengampunan pajak). 

Hal itu dipastikan Pramono Anung kepada wartawan yang meminta tanggapan Istana terkait permintaan perpanjangan waktu tax amnesty oleh sejumlah pihak. 

"Presiden sampai hari ini belum memutuskan apakah perlu melakukan amendemen ataupun perubahan terhadap waktu, karena kan ada tiga periode, periode September, Desember dan Maret (2017)," kata Pramono di kantor Presiden, Jakarta, hari Selasa (20/9) sore. 

Pramono mengatakan ketiga periode yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak itu telah memberikan kemudahan kepada peserta program tax amnesty.

"Karena ini sudah berjalan, maka ditunggu saja. Tetapi yang jelas pemerintah memberikan kemudahan melakui Kementerian Keuangan dan Dirjen Pajak. Bagi calon-calon yang akan mendeklarasikan atau repatriasi atau apapun, kemudian dia dananya ada di luar negeri, yang administrasinya masih ada kekurangan itu dipermudah," kata Pramono. 

Tak Bisa Anulir

Sementara itu Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan sebuah petisi online yang meminta perpanjangan periode pertama program tax amnesty (pengampunan pajak) tidak bisa menganulir Undang-Undang Pengampunan Pajak yang telah diberlakukan.

Hal itu disampaikan Sri Mulyani menjawab pertanyaan satuharapan.com, menanggapi sebuah petisi online berjudul "Presiden Jokowi, Mohon Periode I Tax Amnesty Diperpanjang!":

"Ya nanti kita dengarkan dulu petisi itu ya," kata Ani, sapaan akrabnya, di Kantor Presiden, Jakarta, hari Selasa (20/9) pagi.  

Ketika ditanya apakah mekanisme sebuah petisi online dapat membatalkan sebuah undang-undang, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan sebuah petisi online tidak dapat membatalkan sebuah undang-undang yang telah diterbitkan.

"Itu (Tax Amnesty) Undang-Undang. Jadi Undang-Undang kan harus dilaksanakan. Kalau petisi kan tidak bisa menganulir undang-undang," kata Ani. 

"Kita akan dengarkan, pokoknya kita jalankan yang ada dulu sambil kita lihat apa yang terjadi di lapangan," dia menambahkan. 

Kesempatan yang Tidak Sama

Sebelumnya, Pegiat Perpajakan, Yustinus Prastowo, mempetisi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi), pada situs change.org, berjudul "Presiden Jokowi, Mohon Periode I Tax Amnesty Diperpanjang!", sejak hari Senin (19/9). 

Menurut Yustinus, Program Pengampunan Pajak telah diberlakukan sejak 1 Juli 2016 melalui UU No. 11 Tahun 2016. Pemerintah berketetapan memberikan amnesti pajak demi mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi, peningkatan likuiditas, perluasan basis pajak, dan melanjutkan reformasi perpajakan yang menyeluruh. 

"Kita ketahui program ini membutuhkan sosialisasi yang tidak mudah dan peraturan teknis yang diterbitkan hingga akhir Agustus 2016, sehingga memangkas waktu dan kesempatan yang dimiliki para wajib pajak yang sangat antusias untuk mengikuti program ini," tulis pernyataan itu. 

"Kini waktu semakin sempit, hanya tersisa 10 hari hingga berakhirnya periode I di 30 September 2016, di mana wajib pajak dapat menikmati tarif terendah. Namun pemahaman yang terlambat, kebutuhan waktu memantapkan hati, dan persiapan yang tidak mudah berpotensi merenggut hak wajib pajak untuk dapat ikut amnesti pajak di Periode I. Tentu saja dapat kita bayangkan dampak dan akibat dari hilangnya kesempatan ini," kata Yustinus. 

Direktur Eksekutif CITA (Center for Indonesia Taxation Analysis) Jakarta itu mengatakan Wajib Pajak berpotensi mendapat perlakuan tidak adil akibat kesempatan dan perlakuan yang tidak sama, terlebih yang baru beberapa waktu terakhir mengerti program ini. Beban warga negara juga akan semakin berat karena begitu memasuki Periode II, tarif uang tebusan akan meningkat 50 persen dari periode I.  

"Ini selain memberatkan juga akan berdampak pada rendahnya partisipasi yang pada gilirannya mengakibatkan target, sasaran, dan tujuan program amnesti pajak tidak tercapai. Melalui perpanjangan Periode I, Ditjen Pajak juga berkesempatan mempersiapkan diri dengan lebih baik, termasuk menyempurnakan aturan teknis,  menyederhanakan formulir, prosedur, sistem teknologi untuk administrasi, dan tidak perlu memperpanjang jam kerja karena waktu pelayanan yang lebih panjang." 

Petisi yang telah ditandatangani 270 orang (diakses terakhir jam 18.33 WIB, hari Selasa (20/9) itu, meminta Presiden Jokowi segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebelum berakhirnya periode pertama program tax amnesty.

"Untuk itu, kami mohon Presiden Jokowi mendengarkan aspirasi rakyat yang berharap perpanjangan Periode I hingga akhir November 2016, demi memberi kesempatan yang sama dan membuka peluang program ini mencapai hasil optimal. Presiden segera menerbitkan Perppu sebelum berakhirnya Periode I, demi suksesnya amnesti pajak sebagai jembatan menuju sistem perpajakan yang lebih adil dan bersendikan gotong royong demi kemandirian bangsa," tulis pernyataan itu. 

Petisi itu bisa diakses di sini (klik ini). 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home