Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 15:29 WIB | Minggu, 31 Desember 2023

Kandidat Presiden Taiwan Menyatakan Ingin Hubungan Damai dengan China

Kandidat presiden dari Partai Rakyat Demokratik Taiwan, William Lai, kiri, berjabat tangan dengan kandidat dari Partai Nasionalis, Hou Yu-ih, disaksikan Ko Wen-je, kandidat dari Partai Rakyat Taiwan ketika acara debat calon presiden, hari Sabtu (30/12) di Taipei. (Foto: AP/pool/Pei Chen)

TAIPEI, SATUHARAPAN.COM-Kandidat presiden Taiwan menyatakan keinginannya untuk menjalin hubungan damai dengan Beijing, yang menggambarkan Pemilu pada 13 Januari di pulau berpemerintahan sendiri itu sebagai pilihan antara perang dan perdamaian dan meningkatkan pelecehan terhadap wilayah yang diklaim China sebagai miliknya.

William Lai, calon terdepan dan saat ini menjadi wakil presiden Taiwan dari Partai Rakyat Demokratik yang berkuasa, mengatakan dalam debat yang disiarkan televisi pada hari Sabtu (30/12) bahwa ia terbuka untuk berkomunikasi dengan pemerintah di Beijing, yang menolak untuk berbicara dengannya atau Presiden Tsai Ing-wen.

Beijing lebih menyukai kandidat dari Partai Nasionalis, atau Kuomintang, yang lebih ramah terhadap China, dan menuduh Lai dan Tsai sebagai “separatis” yang mencoba memprovokasi serangan China terhadap Taiwan.

Taiwan berpisah dari China di tengah perang saudara pada tahun 1949, namun Beijing terus menganggap pulau berpenduduk 23 juta jiwa dengan ekonomi teknologi tinggi itu sebagai wilayah China dan terus meningkatkan ancamannya untuk mencapai tujuan tersebut melalui kekuatan militer jika diperlukan.

Ketegangan dengan China sangat menonjol dalam kampanye presiden.

China juga meningkatkan tekanan militer terhadap pulau tersebut dengan mengirimkan jet dan kapal militer ke wilayah tersebut hampir setiap hari. Kementerian Pertahanan Taiwan bulan ini juga melaporkan balon-balon udara China, yang dapat digunakan untuk memata-matai, terbang di sekitarnya.

Perbedaan pendapat mengenai Taiwan adalah titik konflik utama dalam hubungan Amerika Serikat - China. Hubungan AS dengan pulau tersebut diatur oleh Undang-undang Hubungan Taiwan tahun 1979, yang menjadikan kebijakan Amerika untuk memastikan Taiwan memiliki sumber daya untuk mempertahankan diri dan mencegah perubahan status sepihak oleh Beijing.

Lai, yang menempati posisi teratas dalam jajag pendapat, berjanji akan membantu memperkuat pertahanan dan perekonomian Taiwan jika terpilih.

“Selama ada kesetaraan dan martabat di kedua sisi Selat Taiwan, pintu Taiwan akan selalu terbuka,” katanya saat debat. “Saya bersedia melakukan pertukaran dan kerja sama dengan China untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kedua sisi Selat Taiwan.”

“Komunitas internasional telah menyadari ancaman China terhadap Taiwan dan komunitas internasional,” kata Lai. “Faktanya, semua orang sudah bersiap untuk merespons. Kita harus… bersatu dan bekerja sama untuk menjamin perdamaian.”

Hou Yu-ih, kandidat dari Kuomintang, juga mengatakan dia mengupayakan hubungan damai dengan Beijing.

Kuomintang sebelumnya mendukung unifikasi dengan China namun kemudian mengubah pendiriannya dalam beberapa tahun terakhir karena para pemilih di Taiwan semakin mengidentifikasi dirinya sebagai warga Taiwan, dibandingkan dengan China, dan ingin mempertahankan status quo dalam hubungannya dengan Beijing.

Hou mengatakan dia menentang kemerdekaan Taiwan tetapi juga potensi penyatuan di bawah kerangka “satu negara, dua sistem” China, yang digunakan Beijing untuk memerintah Hong Kong, bekas jajahan Inggris yang kembali ke China pada tahun 1997. Hou mengatakan dia menginginkan “demokrasi dan kebebasan” untuk Taiwan.

Kandidat ketiga, Ko Wen-je, dari Partai Rakyat Taiwan yang lebih kecil, merujuk pada kutipan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengenai hubungan AS-China, yang mengatakan bahwa “Taiwan dan China akan bekerja sama jika mereka dapat bekerja sama, bersaing jika diperlukan untuk bersaing, dan saling berhadapan jika mereka harus saling berhadapan.”

“Masyarakat di kedua sisi Selat Taiwan memiliki ras yang sama dan memiliki sejarah, bahasa, agama, dan budaya yang sama, namun pada tahap ini, kami memiliki sistem politik yang berbeda, dan cara hidup yang berbeda,” kata Ko, seraya menambahkan bahwa “Taiwan membutuhkan kemandirian, dan kedua sisi Selat Taiwan membutuhkan perdamaian.”

“Kita harus menjelaskan kepada pemerintah China bahwa prinsip saya adalah Taiwan harus mempertahankan sistem dan cara hidup demokratis dan bebas saat ini,” kata Ko. “Hanya jika kondisi ini terpenuhi kita dapat berdialog.” (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home