Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 07:10 WIB | Sabtu, 30 Juli 2016

Kaya di Hadapan Allah

Berfokus pada berkat-berkat Allah kadang malah membuat kita mengabaikan Allah Sumber berkat.
Orang kaya yang bodoh (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Perumpamaan Yesus kali ini sederhana. Saking sederhananya, kita bisa langsung menangkap pesan Sang Guru. Tak perlu buku tafsiran apa pun.

Perhatikanlah: ”Adalah seorang kaya. Ia mempunyai tanah yang memberi banyak hasil. Orang kaya itu mulai berpikir dalam hatinya, ’Sudah tidak ada tempat lagi untuk menyimpan hasil tanahku. Apa akalku sekarang?’ Kemudian ia berpikir lagi dan berkata kepada dirinya sendiri, ’Nah, aku ada akal; gudang-gudangku akan kusuruh rombak lalu kubangun yang lebih besar. Di situlah akan kusimpan semua gandumku serta barang-barangku yang lain. Kemudian akan kukatakan kepada diriku sendiri: Engkau beruntung! Segala yang baik sudah kaumiliki dan tidak akan habis selama bertahun-tahun. Istirahatlah sekarang! Makan minumlah dan nikmatilah hidupmu!’ (Luk. 12:16-19, BIMK)

 

Pelajaran dari Perumpamaan

Orang kaya itu memang gemar berpikir. Dia beruntung karena tanah yang dimilikinya sangat subur. Tetapi, keberuntungan itu malah membuat hatinya gundah. Dia bingung menyimpan panenan karena tak punya gudang yang cukup besar. Dia lalu berencana merombak gudang-gudangnya dan membangun yang lebih besar.

Menarik disimak, orang kaya itu kelihatannya tak punya kawan, apalagi sahabat, yang bisa dimintai pendapat atau tempat dia bisa mencurahkan idenya. Dia memikirkan masalahnya sendirian dan hanya untuk diri sendiri. Satu-satunya orang yang diajaknya bicara ialah dirinya sendiri. Dia seorang otonom—merasa bisa melakukan segala sesuatunya sendirian: berpikir sendiri, bekerja sendiri, dan berfokus pada diri sendiri.

Tampaknya, hobi orang kaya ini memang mengumpulkan harta. Dia tak begitu suka berbagi. Mungkin, dia beranggapan bahwa tanah itu toh milik sendiri. Dia telah bekerja keras agar mendapatkan hasil terbaik, masak harus dibagi-bagikan? Akhirnya, dia memuji diri sendiri dan berikhtiar menikmati hidup.

Sungguh sayang, kala hendak menikmati hidup, dia meninggal. Dia begitu sibuk dengan kegiatan mengumpulkan kekayaan hingga lupa menikmati hidupnya. Dia kehilangan kebahagiaan dunia, juga akhirat.

 

Bahaya Ketamakan

Perumpamaan tragis itu merupakan jawaban atas permohonan seseorang yang meminta Yesus menjadi hakim dalam pembagian warisan. Kita tak pernah mengenalnya. Lukas tak menyebutkan namanya. Mungkin, Lukas berpikir, tak sedikit murid Yesus yang bersikap dan bertindak sebagaimana orang tersebut. Bisa jadi Lukas sengaja menyimpan nama orang tersebut karena persoalan harta, juga warisan, bisa menimpa siapa saja.

Alih-alih meluluskan permohonannya, Yesus memberi peringatan: ”Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” (Luk. 12:15).

Itu jugalah yang terjadi pada orang kaya dalam perumpamaan itu. Hidupnya tidak tergantung pada apa yang telah dikumpulkannya. Hidupnya hanya bergantung kepada Allah—Sang Sumber Hidup. Ketika Allah mengambilnya, maka binasalah dia!

Dengan kata lain, persekutuan dengan Allah itu lebih penting dari berkat-berkat Allah. Ironisnya, berfokus kepada berkat-berkat Allah, sering malah membuat kita melupakan Allah! Itulah yang terjadi pada orang kaya tadi. Begitu sibuknya dengan berkat, hingga lupa bahwa Allahlah sumber berkat. Bukankah kesuburan tanah itu pun berasal dari Allah?

Yesus mendorong para murid untuk menjadi kaya di hadapan Allah. Salah satu indikatornya ialah tidak bermental mengumpulkan, tetapi membagikan harta. Mental semacam itu berdasarkan pemahaman bahwa segala harta kita merupakan anugerah Allah saja. Dan kita dipanggil-Nya untuk mengelola dan menyalurkan berkat-berkat-Nya!

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home