Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 18:30 WIB | Jumat, 25 Desember 2015

Ke Jogja? Mari Bersepeda

Ke Jogja? Mari Bersepeda
Towil (tengah) memandu wisatawan mancanegara menjelajahi kampung dengan bersepeda kuno merasakan alam di Dusun Bantar Desa Banguncipto Sentolo-Kulonprogo, Jumat (25/12). (foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Ke Jogja? Mari Bersepeda
Bersepeda menyusuri jalan desa membelah persawahan.
Ke Jogja? Mari Bersepeda
Mengalami langsung suasana pedesaan: ngedhos, melepaskan bulir padi dari tangkainya.
Ke Jogja? Mari Bersepeda
Mengalami langsung suasana pedesaan: panen padi.
Ke Jogja? Mari Bersepeda
Mengalami langsung suasana pedesaan: ngedhos, melepaskan bulir padi dari tangkainya.
Ke Jogja? Mari Bersepeda
Jembatan kereta api Bantar: 3 gunungan (wayang) dalam rangka baja.
Ke Jogja? Mari Bersepeda
Pendopo Towilfiets siap menerima tamu setiap saat.
Ke Jogja? Mari Bersepeda
Yen urip kaya wong ngepit, gelem medhal dadi modale. (when live like cycling, then pulls the crank its capital). -Towilfiets-

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Hari Jumat (25/12) pagi matahari beranjak naik. Enam orang wisatawan mancanegara (wisman) dari Belanda masing-masing mengayuh sepeda tua berbagai merk: Ralleigh, Gazelle, Simplex, Fongers, menyusuri jalan desa dan pematang sawah. Tidak jarang rombongan berhenti ngobrol dengan warga desa, merasakan masakan khas desa, bahkan ikut memanen padi di sawah. Pemandangan serupa kerap dijumpai sehari-hari. Rombongan wisman tersebut sedang menjelajahi Dusun Bantar dan sekitarnya.

Dusun Bantar terletak di pinggir Sungai Progo. Dusun yang masuk dalam wilayah Desa Banguncipto Kec. Sentolo-Kulonprogo ini berjarak sekitar 19 km dari pusat Kota Yogyakarta. Sejak tahun 2006 Bantar terkenal sebagai daerah tujuan wisata terutama wisman yang ingin merasakan suasana pedesaan. Ini tidak terlepas dari campur tangan Towil, warga Bantar, dalam memperkenalkan potensi wisata Bantar.

Bantar dilewati jalur kereta api dan jalur utama jalan raya yang menghubungkan Kota Yogyakarta. Jalur kereta api di Sungai Progo memiliki satu jembatan yang unik yang dibangun pada tahun 1930 oleh Belanda. Jembatan yang hingga saat ini masih terawat dan dioperasikan oleh PT. KAI berada di Sungai Progo tepat berbatasan Kab. Bantul dan Kab. Kulonprogo. Selain konstruksinya yang unik tanpa tiang penyangga di tengah, ada lagi yang menarik: di dalam bentangan jembatan, terdapat penyangga berbentuk gunungan sebanyak 3 buah. Di dunia hanya ada dua jembatan dengan desain seperti ini. Jembatan serupa pada tahun yang bersamaan dibangun di Belanda, namun saat ini sudah tidak dioperasikan.

Berbekal sepeda-sepeda kuno sebanyak 80-an buah yang masih terawat dan layak jalan, dengan memandu langsung, Towil menyusuri jalan desa, kadang-kadang melalui pematang sawah bersama wisatawan. Lebih banyak wisman yang tertarik bersepeda menjelajahi pelosok-pelosok Bantar dan sekitarnya sekaligus berinteraksi langsung dengan masyarakat yang sedang beraktivitas menanam, memasak, ataupun aktivitas lainnya.

Jajah Desa Milangkori, Mengalami Langsung Alam Pedesaan

Dalam sehari rata-rata Towil kedatangan 6-10 tamu wisman kebanyakan dari Eropa. Bulan Juli hingga Desember adalah waktu yang ramai dikunjungi wisman. Untuk memberikan pelayanan pada tamunya, Towil bersama Rustinah (istri), membangun Towilfiets yang menyediakan sepeda kuno untuk digunakan tamu menjelajahi Bantar dan sekitarnya.

"Towilfiets menyiapkan sepeda tua yang laik jalan bagi tamu serta pemanduan selama tamu menjelajahi kampung. Aktivitas lainnya semisal ikut menanam padi, menenun, belajar-bermain gamelan, merasakan masakan kampung sepenuhnya saya serahkan pada masyarakat. Dengan keterlibatan masyarakat, harapannya mampu membuka peluang ekonomi secara merata. Sejauh ini, hasil kerajinan tangan serta masakan kampung menjadi pilihan tamu wisman. Hasil tenunan masyarakat banyak yang dibeli untuk oleh-oleh." jelas Towil.

Kendala bahasa dijembatani dengan adanya pemandu sehingga pengalaman langsung yang dialami tamu wisman bisa terjemahkan dalam informasi yang cukup. Saat ini Towil sedang menyusun program pelatihan bahasa asing secara sederhana bagi masyarakat. Lebih lanjut, dalam waktu dekat Towil berencana mengembangkan wisata sepeda jelajah kampung dengan menyediakan homestay bagi tamu wisman agar bisa merasakan alam pedesaan dan bersama-sama belajar lebih lama. Untuk mendukung itu, jauh-jauh hari Towil melakukan edukasi pada masyarakat untuk hidup secara bersih dan sehat semenjak dari lingkungan terdekatnya.

Sejauh ini program-program sederhana tersebut terbukti efektif dengan banyaknya tamu wisman yang mau mengkonsumsi masakan a'la kampung sekaligus melihat proses pembuatannya dan tidak jarang ikut serta memasak. Bagi masyarakat Bantar, berinteraksi dengan tamu wisman dilakukan di tengah kesibukan utama bertani. Menenun, membuat kerajinan tangan, ataupun memasak bukan merupakan matapencaharian utama sehingga tidak dipersiapkan khusus untuk menyambut tamu wisman. Meski begitu, aktivitas sampingan tersebut terbukti mampu membantu memutar perekonomian masyarakat setempat. Kepercayaan, kerja bersama, dan berbagi, seolah menjadi kunci yang saling menguatkan.

Dalam satu tahun Towilfiets menerima tamu tidak kurang dari 1.000 wisman. Hitungan sederhana, jika wisman dalam aktivitas menjejalahi kampung bersepeda membelanjakan Rp. 1.000.000,--/wisman, artinya terjadi perputaran uang sebanyak minimal 1 milyar rupiah/tahun di Bantar dari wisata jelajah desa bersepeda berikut aktivitas pendukungnya. Jumlah yang tidak sedikit jika membandingkan dengan anggaran dana desa (ADD) yang dikucurkan dari pusat.

Ada pelajaran menarik yang dapat dipetik dari Bantar: desa tidak harus menjadi kota untuk bisa dikunjungi wisatawan (mancanegara) sekaligus memutar roda perekonomiannya. Ingin merasakan suasana desa dengan bersepeda sambil menikmati masakan a'la pedesaan : sayur lodeh, sayur tempe lombok ijo, degan, sambil sesekali ikut menanam padi bersama masyarakat pedesaan? Datanglah ke Bantar.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home