Loading...
HAM
Penulis: Melki Pangaribuan 19:56 WIB | Jumat, 08 Mei 2015

Kedudukan Tanah Adat adalah Hak Masyarakat

Kiri ke kanan: Sandi Situngkir (moderator), Maruarar Siahaan, Ronsen Pasaribu, Aartje Tehupiory, dan Henry P. Panggabean. (Foto: Melki Pangaribuan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum Lembaga Reforma Agraria Indonesia/LeRAI menilai fenomena pengalihan, penjualan tanah dan konflik atas tanah adat atau ulayat masyarakat yang kian meningkat akan mempengaruhi hubungan budaya masyarakat. Tanah dan masyarakat adat mempunyai hubungan erat satu dengan yang lainnya.

Menurut Aartje Tehupiory, Ketua Umum Lembaga Reforma Agraria Indonesia/LeRAI, bagi masyarakat adat, tanah memiliki kedudukan yang sangat penting.

"Makna kedudukan tanah dalam hukum adat memiliki hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanahnya menciptakan hak yang memberikan masyakat sebagai kelompok hukum, hak untuk menggunakan tanah bagi keuntungan masyarakat."

Hal itu dikatakan Aartje dalam seminar Penguatan Peran Hukum Adat Batak dalam Kepemilikan dan Pengelolaan Tanah Kawasan Danau Toba di Graha William Soerjadjaja, Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta Timur, Jumat (8/5) Sore.

Aartje menegaskan bahwa kepada masyarakat hukum adat yang tanah ulayatnya diperlukan bagi pembangunan, wajib diberikan pengakuan. "Pengakuan tidak diberikan dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat bagi masyarakat setempat."

Menurut Aartje, peran pemerintah daerah adalah sebagai fasilitator, koordinator dan pembuat kebijakan. "Berkenaan dengan eksistensi tanah ulayat diperlukan pemahaman yang konsepsional yang benar dengan memperhatikan sinkronisasinya dengan peraturan yang lebih tinggi." kata dia.

Selanjutnya Aartje mengusulkan, tanah ulayat harus didaftarkan sesuai dengan tata guna tanah dan tanah ruang wilayah. "Supaya ini menimbulkan rasa, mantap, dan aman yang memberikan kepastian hukum terhadap tanah ulayat masyarakat hukum adat."

"Dengan prinsip penghormatan hak asasi manusia dan prinsip-prinsip negara hukum. Dalam hal atas tanah yang dilepaskan untuk keperluan investor, maka pada saat habis masa berlakunya maka tanah tersebut kembali menjadi tanah ulayat," kata Ketua Umum LeRAI itu menambahkan.

Sementara itu Maruarar Siahaan, Rektor UKI mengatakan Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2014 yang menyusun regulasi rencana kawasan Danau Toba secara komprehensif harus dapat ditangkap momentumnya.

"Karena secara spesifik Perpres menyebut peran serta masyarakat dalam penataan ruang kawasan Danau Toba," ujar dia.

Oleh karena itu, lanjut Maruarar, dapat dilakukan pada tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, dalam bentuk masukan, pengawasan, pelaporan dalam hal ada dugaan penyimpangan dan pelanggaran. "Dan pengajuan keberatan atas keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang."

"Momentum ini tidak boleh dilewatkan oleh bangsa Batak. Ketika kita menjadi bagian dari negara Kesatuan Republik Indonesia yang rindu akan pembangunan kampung halaman, maka kini saatnya untuk mengajak semua tokoh dan pemodal untuk turut berkontribusi dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan, berdasar hukum dan hukum adat," kata mantan Hakim MK itu.

Selanjutnya, terkait pemanfaatan penggunaan tanah di kawasan danau toba dikatakan Ronsen Pasaribu, Direktur Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI, mesti memperhatikan regulasi yang mendukung pengelolaan tanah adat.

"Hak masyarakat hukum adat sebagai satu kesatuan kolektif terhadap segala sumberdaya di wilayahnya, yang lazim dikenal dengan hak ulayat pada dasarnya adalah hak yang berkenaan dengan pengelolaan, sekaligus pemanfaatan sumber daya."

"Berkaitan dengan pelestarian lingkungan di kawasan Danau Toba, perlu kiranya regulasi dari pemerintah daerah untuk mempertahankan tanaman keras sebagai penahan air, baik komunal maupun di tanah individual serta mekanisme pengawasan yang konsisten," kata Ronsen menambahkan.

Kemudian Henry P. Panggabean, Ketua Umum KERABAT mengatakan ketentuan mengenai hak ulayat (golat) menurut hukum adat Batak tidak lepas dari hubungan kekerabatan Marga yang disebut masyarakat hukum adat marga.

Henry menyarankan, agar lembaga adat, paguyuban desa atau marga di perantuan dan juga lembaga agama perlu mendukung pemberdayaan masyarakat hukum adat. "Tiga usulan aplikatif, satu, pelestarian lingkungan hidup didasari pengakuan hak ulayat. Dua, pelestarian adat budaya suku melalui berbagai kegiatan di perantauan dan di desa-desa adat."

"Tiga, mendukung ekonomi kreatif desa dengan membangun gedung balairung desa di tiap desa adat yang menjadi pusat pemerintahan desa dan pusat pariwisata," kata Henry yang mempresentasikan ketentuan mengenai hak ulayat menurut hukum adat di tanah Batak.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home