Loading...
FOTO
Penulis: Dedy Istanto 14:26 WIB | Sabtu, 14 Maret 2015

Kekerasan di Dunia Pendidikan Memprihatinkan

Kekerasan di Dunia Pendidikan Memprihatinkan
Diena Haryana dari Yayasan Sejiwa saat memberikan presentasi terkait kekerasan di sekolah dari sudut pandang psikologi anak, dalam gelar diskusi publik bertema Stop Kekerasan di Pendidikan dalam Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) yang digelar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, di kantor LBH Jalan Pangeran Dipoenogoro, Jakarta Pusat, Sabtu (14/3) (Foto-foto: Dedy Istanto).
Kekerasan di Dunia Pendidikan Memprihatinkan
Para peserta yang terdiri atas guru, orang tua murid, dan praktisi pendidikan saat menghadiri diskusi bertema Stop Kekerasan di Pendidikan yang digelar di kantor LBH Jakarta, Jalan Pangeran Diponegoro, Jakarta Pusat.
Kekerasan di Dunia Pendidikan Memprihatinkan
Forum Musyawarah Guru Jakarta yang dihadiri oleh (Ki-Ka) Mardianto Janab, Doni Koesoema dan M Isnur, menyoroti masalah kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan yang berdasarkan data menunjukkan peningkatan angka mencapai 84 persen di Indonesia.
Kekerasan di Dunia Pendidikan Memprihatinkan
Diena Haryana dari Yayasan Sejiwa saat menjelaskan penyebab munculnya kekerasan di sekolah di depan peserta diskusi bertema Stop Kekerasan di Pendidikan.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kekerasan di banyak sekolah sudah masuk dalam tahap memprihatinkan. Banyak siswa menganggap kekerasan yang dialami atau yang dilakukan adalah hal wajar.

Anak-anak cenderung tidak mengadukan kekerasan di sekolah karena khawatir akan menjadi pihak yang disalahkan. Mengingat pelaku kekerasan adalah guru, staf non-guru, dan sesama pelajar di sekolah yang sama, korban kekerasan biasanya memilih diam dan tidak mengadukan persoalannya ke sekolah.

Data menunjukkan sekitar 84 persen anak Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka tersebut diperoleh berdasarkan hasil riset yang dilakukan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Plan International dan International Center for Research on Women (ICRW) pada Maret 2015. Tingginya angka kekerasan di Indonesia melebihi tren di kawasan Asia yang jumlahnya 70 persen yang dilakukan di lima negara, di antaranya Vietnam, Kamboja, Nepal, Pakistan, dan Indonesia.

Meski Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan dan instruksi pemerintah untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak, penerapan tersebut dinilai belum optimal dan belum sepenuhnya terlindungi.

Berangkat dari hal itu, para praktisi pendidikan serta pendidik, orang tua dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menggelar diskusi publik bertema “Stop Kekerasan di Pendidikan“ sebagai upaya menciptakan sekolah ramah anak di kantor LBH Jalan Pangeran Diponegoro, Jakarta Pusat, Sabtu (14/3). Hadir dalam diskusi Mardianto Janab, Doni Koesoema Dewan Pertimbangan Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI), Diena Haryana dari Yayasan Sejiwa, dan M Isnur dari LBH Jakarta.

Diskusi yang digelar dalam Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) meminta kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk bersinergi dalam rangka penghentian kekerasan di sekolah. Selain itu meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak menyerahkan urusan kekerasan kepada pihak sekolah, karena akan membiarkan kepala sekolah menghadapi dan menanggung risikonya sendiri ketika digugat secara hukum oleh orang tua saat menegakkan peraturan atau saat tidak didukung oleh kebijakan Dinas Pendidikan.

Sekretaris Jenderal FSGI Retno Lisyarti mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan dinas pendidikan di daerah seyogianya memiliki program dalam mencegah kekerasan di sekolah, serta memberikan pelatihan kepada guru serta kepala sekolah tentang cara mengatasi kekerasan agar dapat mendorong terwujudnya sekolah aman dan nyaman.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home