Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 05:49 WIB | Selasa, 08 November 2016

Kerukunan Umat Beragama Bukan Barang Baru

Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin (ketiga kanan) berbincang dengan Ketua umum Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Abdullah Syam (ketiga kiri) saat melakukan pertemuan di Kemenag, Jakarta, Kamis (3/11). Kedatangan DPP LDII ke kantor Menteri Agama untuk membahas Munas ke delapan LDII pada 8-11 November dan aksi demo pada Jumat (4/11). (Foto: Antara)

BOGOR, SATUHARAPAN.COM –  Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan kerukunan umat beragama di Indonesia bukan barang baru, tetapi sudah ada sejak zaman leluhur terdahulu.

"Keberadaan Candi Borobudur yang jadi simbol umat Budha meski mayoritas penduduk Indonesia Muslim, tetapi simbol kerukunan itu masih dijaga dan dipelihara," kata dia di Bogor, hari Senin (7/11).

Begitu juga dengan letak rumah ibadah gereja dan masjid yang berdekatan banyak terjadi di sejumlah wilayah, juga menjadi simbol kerukunan umat beragama yang bukan barang baru bagi bangsa Indonesia.

Lukman mengatakan dunia mengenal Indonesia sebagai bangsa besar, tidak hanya populasinya, luas wilayahnya, juga budaya, suku dan agamannya.

"Keragaman kita memang besar, karena kita bangsa besar, dikenal sebagai bangsa yang rukun hidup damai," kata dia.

Ia menyampaikan pendiri bangsa dan para proklamator mencetuskan gotong royong sebagai jati diri bangsa digali dari apa yang berkembang di nusantara.

Kerja sama, saling berbagi dan bertoleransi sudah menjadi kebiasaan bangsa Indonesia, jauh sebelum merdeka yang dikenal dengan kaguyuban.

"Semua terjadi karena agama. Kalau dipelajari kearifan lokal setiap etnis yang adaa di nusantara, semua ada kaitannya dengan agama. Makanya kita dikenal dengan bangsa religius yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari," kata dia.

Lukman menyebutkan nilai beragama muncul di kearifan lokal. Hal ini terjadi karena agama yang masuk ke nusantara dilakukan dengan penuh kearifan.

Banyak pengamat, akademisi dan ilmuan yang mengatakan di Indonesia, agama apapun di dunia ini, baik Budha, Hindu, Islam Kristen dan Konghucu masuk ke Indonesia melalui akulturasi.

Masuk dengan cara yang tidak merusak tradisi yang telah ada. Nilai agama masuk mewarnai tradisi yang ada.

"Jadi agama apapun, nilai Islam, Kristen, Budha, Hindu dan Konghucu sangat kental dengan tradisi nusantara," kata dia.

Ia mencontohkan tradisi berdoa bersama antarumat beragama dalam berbagai kegiatan adalah sebuah ritual yang tidak pernah dilakukan oleh negara manapun di dunia.

"Doa dilantunkan antarumat beragama, karena kekayaan kita menjaga tradisi dan kerukunan," kata dia.

Menurut Lukman, situasi kehidupan saat ini mengalami persaingan yang sangat ketat di tengah arus globalisasi dapat dirasakan adanya pergeseran, karena Tuhan tidak lagi menciptakan dataran, lautan, hutan, sungai, sebagai tempat tinggal manusia, bahkan semakin berkurang dengan terjadinya cuaca ekstrim, pengrusakan ekosistem akibat ulah manusia sehingga lahan semakin sempit, sementara dari waktu ke waktu jumlah manusia terus bertambah.

"Jadi tidak ada pilihan, ditambah dengan reformasi, maka persaingan hidup semakin tajam, dan pasar bebas yang semakin luar biasa," kata dia.

Lukman menegaskan agama menjadi alat menjalin, dan merekatkan kemajemukan Indonesia sehingga tidak terelakkan agama menjadi alat menghimpun.

"Kompetisi kehidupan sosial, rivalitas ekonomi, budaya dan hukum. Semua sektor kehidupan berkompetisi sekarang. Masing-masing ingin menunjukkan identitas," kata dia.

Di era globalisasi sekarang, lanjutnya, tidak ada jarak yang memisahkan, maka kompetisi akan semakin tajam. Agama dijadikan alat, sesuatu yang menghakimi (justifikasi) yang jadi dasar dukungan, pembenaran, kepentingan yang saling berkompetisi.

Lukman menekankan tidak ada konflik agama, karena agama membawa pesan memanusiakan manusia, tidak ada agama yang bertujuan menghilangkat harkat, martabat satu bangsa.

"Tujuan agama, agar harkat, martabat manusia terlindungi, mendapat kehormatan sesuai dirinya sendiri. Memanusiakan manusia," kata dia.

Lukman menambahkan secara logika siapapun tidak akan mungkin menggunakan agama untuk berkonflik. Kalau fakta tersebut terjadi, yakin agama hanya jadi alat, sebagai faktor pembenar dalam rangka kompetisi. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home